Allah swt berfirman:
وَ مَا أَرْسلْنَك إِلا رَحْمَةً لِّلْعَلَمِينَ
“Tidaklah Aku mengutusmu
kecuali untuk menjadi rahmat bagi semesta alam.” (Al-Anbiya’/21:
107)
Sebenarnya kata “Rahmat” sangat
luas makna dan kaitannya dengan aspek-aspek penting dalam kehidupan manusia.
Al-Qur’an mengkaitkan kata “Rahmat”, misalnya dengan hidayah, keberkahan,
shalawat, karunia (fadhilah), maghfirah, sakinah dan mawaddah, serta lainnya.
Insya Allah kaitan-kaitan ini akan kami posting dalam artikel-artikel
berikutnya secara berkala.
Rahmat, kasih sayang pada seluruh
manusia adalah tujuan dari misi Rasulullah saw. Tujuan ini tak akan pernah
tercapai sekiranya misi ini dipisahkan diri Rasulullah saw. Jika hanya
mengambil konsepnya saja dan tidak mendeladani beliau, tentu hal ini suatu yang
mustahil mencapai tujuan seperti yang dicapai oleh Rasulullah saw. Yang
kesuksesannya diakui oleh barat yang objektif, bahkan meletakkan urutan yang
pertama dari para pemimpin yang sukses.
Risalah Nabi saw tidak seperti
sains dan tehnologi yang untk menerapkannya cukup mempelajari buku panduannya,
tanpa perlu menghadirkan penemunya.
Risalah Nabi saw bukanlah sesuatu
yang sederhana, ia sangatlah kompleks secara ilmu dan terapannya, meliputi
segala aspek kehidupan manusia, bahkan alam semesta. Sehingga bagi manusia
biasa seperti kita untuk mempelajarinya saja tidak cukup usianya. Belum lagi
latihan-latihan mempraktekkannya. Ilmu kedokteran saja, yang jauh lebih
spesifik, untuk mempelajarinya secara akademis membutuhkan paling tidak antara
5-7 tahun, itu belum lagi peningkatan kwalitas dan ilmu-ilmu yang berkait
dengannya. Paling tidak membutuhkan waktu 10 tahun untuk menjadi dokter yang
agak profesional.
Bagaimana mungkin dengan risalah
Nabi saw yang mencakup segala aspek kebutuhan manusia cukup dipelajari hanya
5-10 tahun? Kemudian sebagian kita mengklaim dirinya sudah layak mengemban
risalah Nabi saw. Nabi saw yang manusia istimewa membutuhkan waktu 23 tahun,
itu yang kelihatan kasat mata, belum lagi ilmu-ilmu khusus yang diajarkan
langsung oleh Allah swt tanpa melalui Jibril (as). Dalam waktu yang cukup lama
itu Nabi saw memperjuangkannya dengan sungguh-sungguh, tanpa sedikit pun hati
dan pikirannya disibukkan oleh dunia yang mengganggunya.
Kita pernah menyaksikan, bahkan
sering, akibat-akibat fatal yang diderita pasien-pasien bahkan banyak juga yang
meninggal, karena dokter yang belum memadai ilmu dan latihan-latihan
prakteknya, atau karena penyakit mental yang sebenarnya belum layak mengemban
profesi dokter. Insinyur sipil yang belum cukup ilmunya dan belum siap
mentalnya menyandang profesinya, bukannya bangunan yang kokoh yang dihasilkan
tetapi korban-korban manusia akibat kejatuhan bangunan yang roboh. Juga ekonom
yang belum cukup ilmu dan mentalnya pasti berakibat pada jerit dan tangis
mansyarakat karena kelaparan.
Apalagi profesi pelanjut pengemban
risalah Nabi saw? Profesi ini jauh lebih bahaya dari dokter, insinyur, ekonom
dan profesi lainnya. Karena profesi ini harus menyehatkan manusia secara lahir
dan batin, mencerahkan pikiran dan hati mereka, membimbing dan memberi contoh
pada mereka dalam segala aspek kehidupan, menyelamatkan mereka di dunia dan
akhirat, mengendalikan semua profesi, membuat kebijakan, menetapkan aturan dan
lainnya.
Oleh karena tugas profesi ini
mencakup semua aspek profesi dan kehidupan manusia, maka semestinya kreteria
dan syarat-syarat lebih diketat dari profesi yang lain dan tak dapat
ditawar-tawar. Sekiranya pengemban profesi ini mekakukan dosa dan kesalahan, maka
dosanya tidak diampuni oleh Allah swt, paling tidak sulit diampuni, karena
korbannya sangat luas. Apalagi dosa dan kesalahan itu disengaja karena adanya
pesanan tertentu atau kepentingan-kepentingan yang lain. Bukti dan fakta akibat
buruk darinya bisa kita saksikan dengan kasat mata dalam kehidupan bangsa ini.
Karena itu, untuk profesi ini Allah
dan Rasul-Nya memperketat kreteria dan syarat-syaratnya. Namun sebagian kita
yang mempermudahnya, sehingga akibatnya seperti apa yang kita saksikan sekarang
ini, seperti benang kusut yang sulit diurainya. Maka sampai kapanpun negeri ini
sulit diselesaikan bahkan tak akan terselesaikan sepanjang tidak memperketat
kreteria dan syarat-syarat pemimpin dan kepemimpinannya secara ilmu dan mental.
Kita akan seperti mimpi di siang bolong, mengharapkan curahan hujan di musim
kemarau panjang. Bukannya kesejukan curahan hujan yang datang, tetapi
kekeringan yang mencekik kita dan bangsa kita bersamaan dengan gersangnya
mental para pemimpin dan kehausan mereka terhadap dunia dan kekuasaan.
Fakta itu tak dapat kita pungkiri,
karena kita menyaksikannya dengan kasat mata. Lalu siapa yang salah dan
berdosa? Kita semua. Kita semua akan dimintai pertanggungan jawab oleh Allah
swt. Karena kita semua terlibat di dalamnya, langsung atau tak langsung. Paling
tidak, ridha terhadap kezaliman, setuju terhadap penyederhanann kreteria dan
syarat-syarat pemimpin dan kepemimpinan serta segala perangkatnya.
Dalam hal kepemimpinan dan
mikanisme kita ingin mencontoh Nabi saw. Tapi sayang keinginan itu tak memenuhi
persyaratan untuk mencapai keinginan. Mengapa? Karena sebagian kita tidak
setuju dengan kreteria dan syarat-syarat yang ditetapkan oleh Allah dan
Rasul-Nya. Mengapa saya katakan sebagian kita tidak setuju? Mari kita buktikan
dengan pertanyaan dan jawaban berikut ini, dalam tanyakan pada hati kita
masing-masing.
Siapakah yang memilih Rasulullah
saw sebagai pemimpin? Mengapa Rasulullah saw hidup sederhana dalam menjalan
roda risalahnya? Mengapa Rasulullah saw mendidik keluarganya khsususnya puteri
dan mantunya dengan hidup sederhana? Dari sisi yang mana pemimpin kita dan
keluarganya mencotoh Rasulullah saw dan keluarganya?
Mari kita mulai dulu tentang
kesederhanan keluarga Nabi saw, karena ini penting bagi para calon pemimpin,
dan punya pengaruh yang cukup besar terhadap jiwa pemimpin. Keluarga Nabi saw
hidup dalam kesederhanaan. Coba kita saksikan kehidupan puterinya Fatimah
Az-Zahra’ (sa), tangannya melepuh karena banyak menggiling gandum sendiri.
Padahal suaminya seorang panglima perang dan ayahnya seorang pemimpin
tertinggi. Tentu sekiranya ia ingin mencari peluang dunia dan harta, di situ
banyak peluang. Harta rampasan perang melimpah, suaminya panglima perang dan
ayahnya pemimpin tertinggi. Ini semua adalah berkat pendidikan Nabi saw terhadap
puteri tercintanya.
Kaitan Risalah dan pengembannya
Dapatkah risalah Nabi saw dipisahkan dari Rasulullah saw sebagai pengembannya?
Mari kita perhatikan ayat ini secara lahiriyah!
وَ مَا أَرْسلْنَك إِلا رَحْمَةً لِّلْعَلَمِينَ
Dalam ayat ini tujuan risalah
dikaitkan dengan kalimat “Inna Arsalnaka”. Kalimat ini mengandung tiga subtansi
penting yang tak dapat dipisahkan yaitu risalah dan diri Rasulullah saw yang
dinyakan denga “ka” (kamu), dan Allah swt sebagai penentu dan pemilihnya. Di
sini Allah swt sebagai pihak yang mengutus, memilih dan menetapkan Muhammad saw
sebagai pengemban risalah-Nya. Allah swt tidak melibatkan manusia siapa pun,
Dia menunjkkan otoritas-Nya kepada semua makhluk-Nya, mereka setuju atau tidak
setuju, Dia tidak memperdulikan suara mereka. Sikap Allah ini dicontoh oleh
Rasulullah saw dalam membuat kebijakan dan keputusan penting. Beliau tidak
pernah kompromi dengan pendapat-pendapat manusia siapa pun dalam menjalan roda
risalahnya. Apalagi pendapat manusia biasa, kwalitasnya jelas di bawah kwalitas
Rasulullah saw, belum lagi pendapat mereka masih diliputi hawa nafsu.
Tentu dalam hal itu sebagian kita
sepakat. Yang mungkin tidak sepakat adalah jawaban dari pertanyaan: Siapakah
pelanjut Nabi saw untuk mengemban risalahnya? Pilihan manusia biasa atau
pilihan Allah dan Rasul-Nya? Jika kita menjawab: pelanjut Nabi saw harus
dipilih oleh manusia biasa, maka konsepnya berbeda tipis dengan demokrasi, yang
oleh sebagian pendapat dikatakan sebagai produk zionis, pengembangan dari
konsep “suara rakyat suara Tuhan”. Mana mungkin suara rakyat suara Tuhan,
buktinya dari dulu hingga sekarang suara rakyat banyak bersebarangan dengan
suara Tuhan Yang Maha Esa. Umumnya rakyat ingin senang-senang di dunia Allah
menghendaki senang-senang nanti di akhirat. Mereka senang mengikuti hawa nafsu,
Allah melarangnya; mereka suka menzalimi orang lain, Allah murka, dan masih
banyak contoh lain yang menguatkan bahwa suara rakyat bukan suara Tuhan.
Anda boleh tidak setuju, tanggung
jawab kita nanti masing-masing di hadapan Allah:
Saya ikut pada pendapat yang menyatakan bahwa pelanjut Rasulullah saw dalam pengemban misi kepemimpinannya harus ditunjuk oleh Rasululah saw. Karena saya yakin pilihan Rasululah saw tidak akan salah, dan tidak disertai oleh hawa nafsu. Apalagi menerima sogokan dalam menentukan pilihan. Rasulullah saw jelas suci dari segala sifat yang negatif, dan kwalitan pilihannya jelas paripurna, jauh dibanding dari hasil pilihan manusia biasa. Karena pilihan Rasulullah saw adalah pilihan Allah swt.
Bagaimana dengan pilihan manusia
biasa? Namanya manusia biasa, tentu ada yang baik juga ada yang buruk, ada yang
cerdas ada yang lemah, dari dulu hingga sekarang sama saja. Mereka masih
diliputi kesalahan dan dosa, hawa nafsu dan keserakahan, cinta dunia dan kekuasaan,
kezaliman dan penindasan, dan sifat-sifat negatif lainnya. Jika sifat-sifat ini
yang mengusai para pemilihnya, maka hasil pilihannya tidak jauh beda dengan
para pemilihnya.
Dalil-Dalil Nash
Tentang dalil-dalil dari Al-Qur’an
dan hadis tidak perlu dipaparkan secara detail, bagi yang ingin tahu secara
detail cukup membacanya di bagian “Asbabun Nuzul” dan “Hadis-hadis pilihan”.
Secara nash sudah sangat kuat, tinggal pemahaman terhadap makna nash-nash
tersebut, dari keshahihan hadis dan kandungan maknanya.
Risalah Nabi saw yang
terpenting
Dalam risalah Nabi saw banyak
pokok-pokok persoalan. Ulama mengelompokkan menjadi: persoalan akidah, syariat
dan akhlak. Dari masing-masing pokok persoalan ini ada sub-sub pembahasan.
Rasulullah saw menyampaikan semuanya secara sempurna dalam masa 23 tahun.
Selama masa 23 tahun beliau menyampakan risalahnya dengan sempurna dan mencapai
puncak kesuksesan. Sehingga Rasulullah saw dipanggil oleh Allah ke
haribaan-Nya, wafat.
Lalu apa penyebab utama yang
menentukan Nabi saw mencapai puncak kesuksesan dalam menegakkan risalahnya?
Jawabannya adalah karena Rasulullah
saw itu sendiri sebagai pemimpin dan pengawal risalahnya. Tak ada seorang pun
yang mampu membantah beliau dan instruksinya. Sebagai pemimpin beliau punya
otoritas, menentukan dan menetapkan kebijakan, dan menjadi tempat rujukan
manusia dalam segala aspek kehidupan.
Jadi, tercapainya tujuan risalah
Nabi saw adalah ditentukan oleh pemimpin dan kepemimpinan. Jika misi ini gagal,
maka gagallah misi-misi yang lain. Paling tidak, tak akan sempurna. Karena
itulah Allah swt berfirman:
يَأَيهَا الرَّسولُ بَلِّغْ مَا أُنزِلَ إِلَيْك مِن رَّبِّك وَ إِن لَّمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْت رِسالَتَهُ وَ اللَّهُ يَعْصِمُك مِنَ النَّاسِ إِنَّ اللَّهَ لا يهْدِى الْقَوْمَ الْكَفِرِينَ
“Wahai rasul, segera sampaikan
apa yang telah diturunkan dari Tuhanmu. Jika kamu belum juga menyampaikan, maka
kamu (dinyatakan) belum menyampaikan risalah-Nya. Allah akan menjaga kamu dari
(kejahatan) manusia, sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang
yang kafir.” (Al-Maidah: 67)
Poin-poin penting dalam ayat ini
perlu kita renungkan:
1.
Para mufassir menyatakan bahwa
ayat ini turun di Madinah menjelang wafat Nabi saw.
2.
Ada risalah terpenting yang belum
disampaikan oleh Rasulullah saw, sementara risalah-risalah yang lain sudah
disampaikan semuanya.
3.
Allah menyatakan dan menjanjikan
jaminan kemanaan dari kejahatan manusia yang tidak setuju terhadap risalah ini.
4.
Allah menyatakan tidak akan
memberi petunjuk kepada orang-orang yang ingkat terhadap risalah ini.
5.
Misi ini disampaikan paling
terakhir.
Sebagai penutup
ayat tentang tujuan risalah Nabi saw oleh pernyataan Allah swt:
“Sungguh telah Kami catat dalam Zabur sesudah itu dalam Al-Qur’an bahwa bumi ini diwariskan kepada hamba-hamba-Ku yang shaleh.” (Al-Ambiya’: 105)
“Sungguh telah Kami catat dalam Zabur sesudah itu dalam Al-Qur’an bahwa bumi ini diwariskan kepada hamba-hamba-Ku yang shaleh.” (Al-Ambiya’: 105)
“Sesungguhnya
dalam hal ini terdapat informasi yang indah bagi bangsa yang melakukan
pengabdian (kepada Allah).” (Al-Anbiya’: 106)
Kesimpulan sementara:
1.
Rahmatan lil-‘alamin akan tercapai
bila pengemban risalah Nabi saw mencontoh beliau dalam keilmuan dan mental, dan
pola hidupnya.
2.
Bumi ini akan berada dalam kendali
oleh orang-orang shaleh sebagai perwujudan Rahmatan lil-‘alamin.
3.
Tujuan ini hanya akan dicapai oleh
bangsa yang beribadah, dan punya jiwa pengabdian yang tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar