Selamat Datang

Kamis, 27 Desember 2012

KIAT-KIAT MENGHINDARI PERPECAHAN


Sebelum membicarakan perpecahan, ada baiknya kita membicarakan terlebih dulu tentang ikhtilaf yang merupakan akar perpecahan. Ketahuilah, ikhtilaf (perselisihan) adalah sunnatullah yang pasti terjadi dan tidak dapat dielakkan dalam kehidupan manusia. 

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَلَوْ شَآءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلاَيَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ . إِلاَّمَن رَّحِمَ رَبُّكَ


Kamis, 20 Desember 2012

KEBERSAMAAN DALAM ISLAM ITU... INDAH!!

BISMILLAHIRRAHMAANIRROHIIM...

Bicara tentang kebersamaan dalam Islam, saya kemudian teringat dua buah ayat yang dengan tegas menganjurkan kita untuk senantiasa menjaga kekuatan dan kebersamaan antar kita.
Pertama, dimana Allah berfirman dalam Qs. Ali Imran ayat 103:
Artinya : “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.“ (QS. Ali ‘Imran :103)

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ


Kamis, 13 Desember 2012

Islam Agama Yang Toleran

Negara Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, bahkan sebuah lembaga yang bernama Pew Research Centers on Religion and Public Life pada November 2010 menobatkan Indonesia sebagai negara yang berpenduduk Muslim terbesar di dunia. Meskipun demikian, Indonesia tidak lantas menjadikan Islam sebagai satu-satunya agama resmi yang diakui oleh negara. Pemerintahan Indonesia justru memberi kebebasan kepada rakyatnya untuk memilih suatu agama yang diyakininya.


Dalam hal ini, pemerintah melalui UUD 1945 menyatakan bahwa “tiap-tiap penduduk diberikan kebebasan untuk memilih dan mempraktikkan kepercayaannya” dan “menjamin semuanya akan kebebasan untuk menyembah, menurut agama atau kepercayaannya.”


Jika diteliti secara seksama, UUD 1945 tersebut sejatinya sudah sangat sesuai dengan ajaran yang sangat fundamental dalam Islam. Yaitu “tidak ada paksaan dalam agama” (QS Al-Baqarah [2]: 256). Latar belakang turunnya ayat ini adalah, sebagaimana keterangan Ibnu Abbas, bahwa ada seorang Anshor yang bernama Hushain memaksa kedua anaknya yang beragama Kristen supaya mereka masuk agama Islam. Akan tetapi kedua anaknya menolak paksaan itu. Dari latar belakang ini dapat dipahami bahwa seseorang tidak boleh memaksakan keyakinannya kepada orang lain.


Oleh karenanya, untuk mengawal eksistensi UUD 1945 tersebut dibutuhkan sikap toleransi antar umat beragama. Toleransi ini menjadi sangat penting, sebab manusia secara fitrah merupakan makhluk sosial. Dikatakan sebagai makhluk sosial, karena bagaimanapun juga manusia akan selalu berinteraksi dan butuh terhadap orang lain. Nah, Dalam proses interaksi itu tentunya antara satu individu—atau bahkan kelompok, baik masyarakat atau agama—dengan yang lain akan meniscayakan terjadinya perbedaan. Dari sinilah sikap toleran menemukan relevansinya.


Tulisan ini sengaja dihadirkan guna menyikapi isu-isu ʻseksi’ seputar toleransi yang kini banyak dibicarakan baik dari kalangan akademik maupun non-akademik. Target utama dari pembahasan tulisan ini meliputi: (1) makna toleransi dan sejarah perkembangannya, (2) menjawab stereotype bahwa Islam agama tidak toleran, dan
(3) menyikapi isu-isu kekinian: relevansi hukuman mati bagi orang murtad (qotl murtad/apostasi), pembangunan tempat ibadah non-Muslim, dan reinterpretasi konsep jihad.


Toleransi dan Sejarah Perkembangannya


Wacana tentang toleransi merupakan term baru dalam dunia studi pemikiran Islam. Dalam Al-Quran sendiri tidak pernah disebut kata toleransi atau tasamuh (Arab). Meski demikian, bukan berarti toleransi ini haram untuk digunakan. Sebab kata toleransi mempunyai padanan kata dalam Al-Quran, yaitu: al-shofhu dan al-ihsan. Di mana kedua kata ini merupakan lawan kata al-taʻannut, al-taʻashshub, al-tathorruf, dan al-ghuluw. Kata al-Shofhu misalnya dapat di jumpai pada QS Al-Baqarah [2]: 109; Al-Maidah [5]: 13; Al-Hijr [15]: 85; An-Nur [24]: 24; dan Az-Zukhruf [43]: 89. Kata al-ihsan bisa ditemukan pada QS Al-Baqarah [2]: 83 dan 195; An-Nahl [16]: 125 dan 190; Al-Mukminun [23]: 96; Al-Qashas [28]: 77; Al-ʻAnkabut [29]: 46 dan Fushshilat [41]: 34. Sementara itu, Zuhairi Misrawi dalam penelitiannya menemukan 300 ayat yang berbicara tentang toleransi di dalam Al-Quran.


Toleransi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti sikap atau sifat toleran. Kata ini merupakan serapan dari bahasa Inggris tolerance. Menurut Abdul Malik Salman,  kata tolerance sendiri berasal dari bahasa latin “tolerare” yang berarti berusaha untuk tetap bertahan hidup, tinggal, atau berinteraksi dengan sesuatu yang sebenarnya tidak disukai atau disenangi. Dengan demikian, pada awalnya dalam makna tolerance terkandung sikap keterpaksaan.


Adapun dalam bahasa Arab, istilah yang lazim dipergunakan sebagai padanan dari kata toleransi adalah samâhah atau tasâmuh. Kata ini pada dasarnya berarti al-jûd (kemuliaan), atau saʻat al-shadr (lapang dada) dan tasâhul (ramah, suka memaafkan). Makna ini selanjutnya berkembang menjadi sikap lapang dada/terbuka (welcome) dalam menghadapi perbedaan yang bersumber dari kepribadian yang mulia. Dengan demikian, berbeda dengan kata tolerance yang mengandung nuansa keterpaksaan, maka kata tasâmuh memiliki keutamaan, karena melambangkan sikap yang bersumber pada kemuliaan diri (al-jûd wa al-karam) dan keikhlasan.


Sejarah toleransi di Barat muncul sebagai respon atas  tindakan penyelewengan dan penindasan dalam berbagai aspek kehidupan, yang meliputi politik, sosial, dan budaya. Nah, berangkat dari banyaknya peristiwa penyelewengan dan penindasan atas nama agama inilah gagasan tentang toleransi mulai berkembang di Barat. Orang yang paling lantang menyuarakan gagasan ini adalah John Locke. Ada tiga gagasan yang ia bawa. Pertama, hukuman yang layak untuk individu yang keluar dari sekte tertentu bukanlah hukuman fisik melainkan cukup ekskomunikasi (pengasingan). Kedua, tidak boleh ada yang memonopoli kebenaran, sehingga satu sekte tidak boleh mengafirkan sekte yang lain. Ketiga,  pemerintah tidak boleh memihak salah satu sekte, sebab masalah keagamaan adalah masalah privat.


Argumen Toleransi dalam Islam


Sejak awal diturunkannya di muka bumi ini, Islam membawa semangat ajaran perdamaian dan kerukunan. Hal itu tercermin dari nama “Islam” itu sendiri yang berarti bahwa ia adalah agama perdamaian. Perdamaian merupakan salah satu ciri utama agama Islam. Ia lahir dari pandangan ajarannya tentang Allah Swt., Tuhan yang maha kuasa, alam, dan manusia. Lebih dari itu, misi yang sangat mulia ini dibawakan oleh Nabi Muhammad Saw., yang mana beliau tidak diutus kecuali untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam semesta.


Selain membawa ajaran perdamaian, Islam juga terbangun di atas prinsip toleransi. Spirit toleransi ini diberikan teladan langsung oleh Nabi Muhammad Saw., para Sahabatnya, dan generasi setelahnya. Keberhasilan Nabi Muhammad Saw. dalam mempersatukan berbagai suku agama penduduk Madinah kala itu menjadi saksi nyata wujud toleransi dalam Islam. Kehidupan yang harmonis dan toleran itu akhirnya diabadikan dalam sebuah perjanjian yang dikenal dengan sebutan ʻPiagam Madinah’ (Mîtsâq al-Madinah/Madinah Charter). Secara garis besar, dasar-dasar toleransi dalam Islam dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Umat Islam meyakini kemuliaan semua manusia, apapun agamanya, sukunya, dan warna kulitnya. Tentang hal ini, Allah Swt. berfirman dalam QS Al-Isro’[17]: 70 yang berbunyi, “Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam.”
2. Umat Islam juga menyakini bahwa perbedaan manusia dalam beragama itu sudah menjadi sunnatullah. Allah Swt. berfirman dalam QS Al-Kahfi [18]: 29 yang berbunyi: “Dan Katakanlah: Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka Barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir.” Oleh karena itu, seorang Muslim tidak boleh memaksa orang lain yang berbeda agama untuk masuk Islam. Karena hal itu jelas bertentangan dengan QS Yunus [10]: 99 yang berbunyi: “Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?
  1. Umat Muslim tidak boleh untuk menghakimi kekufuran atau kesesatan seseorang, karena hal ini bukan merupakan wewenangnya. Yang berhak menjadi hakim atas kekufuran seseorang hanyalah Allah Swt. besok di hari pembalasan (yaumul hisab). Untuk menegaskan hal ini, Allah Swt. berfirman melalui QS Al-Hajj [22]: 68-69 yang berbunyi: “Dan jika mereka membantah kamu, maka katakanlah: Allah lebih mengetahui tentang apa yang kamu kerjakan. Allah akan mengadili di antara kamu pada hari kiamat tentang apa yang kamu dahulu selalu berselisih padanya.
  2. Umat Islam percaya bahwa Allah Swt. memerintahkan keadilan dan beretika yang baik, walaupun itu kepada orang musyrik sekalipun. Dan juga Allah Swt. membenci kelaliman dan ketidak adilan, walaupun tindakan tersebut dilakukan oleh seorang Muslim. Perihal ini, Allah Swt. berfirman yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS Al-Maidah [5]: 8).[8]
Lalu apakah ayat-ayat di atas hanya sekedar aspirasi atau ajaran yang melangit tanpa adanya aplikasi yang nyata dan tidak menjadi inspirasi bagi umat Islam pada tataran realitas sosial?


Sejarah telah mencatat bahwa toleransi dalam Islam sudah dimulai sejak era Rasulullah Saw. Toleransi terbangun atas dasar “tidak ada paksaan dalam agama.” Tetapi dasar ini juga tidak menafikan unsur dakwah secara bijaksana dan dengan tutur kata yang baik.


 Toleransi tidak terhenti pada zaman Nabi saja, tetapi juga diteladani oleh umat setelah-Nya. Sahabat Umar bin Khatab pernah mewanti-wanti pasukannya ketika mau berangkat perang seraya berkata: “Jangan menghancurkan pohon-pohon buah atau tanah pertanian di jalan yang kalian lalui. Adillah dan jagalah perasaan orang-orang lemah. Hormatilah pemuka-pemuka agama-agama yang tinggal di biara atau pertapaan dan berilah tempat di gedung mereka” (church History by Andrew Miller).


Untuk konteks ke-Indonesia-an sekarang, wujud toleransi umat Islam  bisa ditunjukkan, misalnya, dengan ikut berpartisipasi dalam mengamankan perayaan hari besar umat non-Muslim. Hal ini dinilai sangat penting, sebab pada saat-saat seperti itu biasanya sering digunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, dengan meledakkan bom misalnya, yang tujuannya adalah untuk mengadu domba antar umat beragama. Rumusan kongritnya, hal seperti itu diperbolehkan bagi petugas keamanan untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan seperti ancaman para teroris, misalnya, yang mengganggu keselamatan mereka. Dan juga hal itu sebagai wujud jaminan keselamatan dari negara.


Sedangkan untuk para relawan—selain petugas keamanan—tidak diperkenankan ikut berpartisipasi mengamankan perayaan hari besar umat non-Muslim kecuali ketika sedang terjadi kerusuhan yang mengancam nyawa orang-orang non-Muslim tersebut. Hal ini semata-mata karena untuk menyelamatkan nyawa mereka.

Kamis, 06 Desember 2012

Belajar Menghargai Pluralisme dari Nabi Muhammad Saw

Indonesia adalah negara yang sangat majemuk, ada banyak suku, agama dan kepercayaan, ras, bahasa, adat istiadat, latar belakang pendidikan, dan banyak perbedaan lainnya. Mungkin karena alasan itulah, sejak dini anak-anak Indonesia sudah mulai mempelajari dan di didik untuk bisa menghargai dan menghormati pluralisme di negara ini.


Tentu kita masih ingat salah satu pelajaran yang diajarkan di sekolah, yaitu Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan atau yang dikenal dengan singkatan PPKn yang mengajarkan pentingnya tenggang rasa dan saling menghormati di tengah perbedaan atau pluralisme yang ada. Ya, tentu saja hal itu harus diajarkan sejak dini agar bisa menjadi bekal anak-anak dalam berinteraksi dan menghargai keberagaman di sekitarnya.


Apa sebetulnya yang dimaksud dengan pluralisme itu? Setelah di cek dan ricek ke Kamus Besar Bahasa Indonesia, ternyata yang dimaksud dengan pluralisme adalah keadaan masyarakat yang majemuk atau berbagai kebudayaan yang berbeda-beda dalam suatu masyarakat.


Kalau dilihat dari arti katanya, sepertinya Indonesia adalah negara majemuk terbesar di dunia. Berlebihan gak ya? Bagaimana tidak, Indonesia terdiri dari 1.128 suku bangsa yang tersebar di seluruh nusantara, 700 lebih bahasa, 6 agama resmi yang diakui pemerintah dan banyak kepercayaan, adat istiadat serta tradisi yang berkembang di masyarakat. Luar biasa bukan?


Keragaman bangsa ini bisa menjadi sebuah karunia dan kekayaan bangsa kalau setiap elemen masyarakatnya bisa saling mengghargai dan menghormati. Tapi, bisa juga jadi bencana. Rupanya inilah yang sedang terjadi pada bangsa Indonesia di beberapa tahun belakangan ini. Setiap bulan, minggu, bahkan hari selalu saja ada kerusuhan, keributan, dan konflik antarkelompok masyarakat.


Hal yang menjadi sumber masalah tidak jauh hanya karena perbedaan agama, suku, bahkan antarkampung pun kini sering sekali terdengar banyaknya kerusuhan dan tragedi berdarah. Sudah sepatutnya kita prihatin dengan nasib bangsa, entah akan seperti apa kelak jika hal ini dibiarkan terus-menerus. Bisa jadi,anak cucu kita nanti akan hidup di suatu masa yang penuh dengan peperangan dengan saudara sebangsa.

Pluralisme- Jenis-jenis Keragaman


Ada banyak keberagaman di tengah masyarakat, semuanya itu menunjukkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang kaya dengan kebudayaan. Berikut ini terdapat beberapa jenis pluralisme yang lazimnya ditemukan dalam tatanan masyarakat.

1. Jenis-jenis Keragaman -  Pluralisme Sosial


Ini adalah bentuk keragaman dalam interaksi sosial di masyarakat. Dimana masyarakat bisa berinteraksi dan berkomunikasi satu dengan yang lainnya dengan penuh rasa hormat dan menghargai satu sama lain, sehingga tidak mengakibatkan konflik atau permusuhan. Hal ini pula yang menjadi salah satu indikator kerukunan suatu kelompok masyarakat.


Tentu saja kondisi yang aman, tenteram, dan nyaman seperti ini akan memberikan banyak keuntungan dan menjadi pendukung untuk kemajuan di berbagai bidang kehidupan. Perkembangan pendidikan dan kemajuan ekonomi adalah dua di antara sekian banyak manfaat yang bisa dirasakan saat masyarakat bisa hidup dengan rukun dan damai meskipun terdapat banyak perbedaan.


Setiap elemen masyarakat harus saling bahu-membahu dalam menciptakan kondisi masyarakat yang damai. Prinsip yang tepat dalam berinteraksi adalah dengan tidak pernah memandang remeh suku bangsa, bahasa, tradisi dari orang lain, dan menganggap bahwa diri sendiri lebih baik.

2. Jenis-jenis Keragaman - Pluralisme Ilmu Pengetahuan


Untuk jenis yang satu ini, mungkin bisa diartikan sebagai beragamnya pemahaman dalam memahami suatu ilmu. Misalnya saja, yang paling sering kita temukan adalah seringkalinya ada perbedaan dalam penetapan awal puasa, kapan hari lebaran dan sebagainya. Kenapa ini terjadi? Tentu saja karena adanya perbedaan pemahaman.


Namun, perbedaan ini tidak seharusnya menjadi konflik, namun justru menjadi lecutan semangat untuk selalu menggali lebih banyak ilmu untuk mengetahui hakikat yang sebenarnya. Jika perbedaan ini disikapi dengan benar, justru bisa menjadi faktor kemajuan suatu bangsa karena tidak pernah ada kata henti untuk selalu mencari dan menggali ilmu dengan sebaik-baiknya. 


Perbedaan yang mungkin terjadi dalam memahami suatu ilmu di kalangan orang-orang berpendidikan tentunya tidak menyebabkan mereka saling bertengkar dan bermusuhan. Hal itu karena lewat perbedaan inilah, mereka bisa saling belajar sambil menambah kematangan pribadi masing-masing. Hal yang harus dilakukan adalah selalu menumbuhkan sikap saling menghormati dan menghargai masing-masing pendapat karena tentu saja tidak mungkin ada suatu pendapat ilmiah tanpa diawali dengan pemikiran dan pembuktian yang ilmiah pula.

3. Jenis-jenis Keragaman - Pluralisme Agama


Pluralisme agama berbeda dengan kedua jenis keragaman sebelumya. Ini lebih sensitif karena dalam hal ini penggunaan kata pluralisme sepertinya tidak bisa disamakan dengan kata toleransi, saling menghormati dan menghargai, serta kata-kata lainnya.


Prinsip pada penggunaan kata pluralisme agama adalah mengganggap bahwa semua agama benar, Tuhan semua agama adalah satu yaitu Tuhan yang sama. Dalam agama Hindu, ini disebut juga dengan sebutan universalisme radikal. Sama halnya dengan agama Hindu, Kristen pun mempunyai pandangan yang sama yakni mengganggap bahwa semua agama benar karena mengajarkan tentang kebaikan.


Namun, berbeda dengan itu semua dalam islam pluralisme agama sangatlah dilarang. Bahkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) secara tegas dalam fatwa nya pada tahun 2005 mengatakan bahwa hal ini adalah haram. Karena Islam menganut prinsip, tidaklah benar semua agama benar karena Islamlah sebagai agama yang benar. Mengingkari hal ini sama artinya telah menyekutukan Allah sebagai Tuhan. Itulah sebabnya maka MUI mengeluarkan fatwa haram terhadap hal ini.


Lantas apakah artinya Islam tidak menghargai agama lain? tentu tidak, Islam tetap menghargai dan menghormati apapun agama dan kepercayaan yang dianut oleh masyarakat namun tidak dengan menganggap bahwa semua agama adalah sama.

Pluralisme - Nabi Muhammad Saw Teladan dalam Menghargai Kebebasan dan Perbedaan


Nabi Muhammad Saw adalah Nabi terakhir yang diutus oleh Allah Swt untuk menyempurnakan akhlak manusia. Nabi Muhammad diutus untuk menyebarkan agama Islam dengan penuh kedamaian dan cinta kasih. Bahkan secara tegas Beliau pun mengatakan bahwa tugas utamanya adalah untuk membangun peradaban manusia menjadi lebih baik.


Bangsa Arab dikenal sebagai bangsa yang keras dan kadang bersikap sangat kejam. Misalnya saja ada kebiasaan membunuh bayi yang terlahir dengan jenis kelamin perempuan karena mempunyai anak perempuan seperti aib bagi orang tua terutama orang tua yang berasal dari kalangan bangsawan.


“Sesungguhnya aku ini tidak diutus sebagai pelaknat, tapi aku diutus sebagai pembawa rahmat”,  itulah perkataan Nabi ketika ia diminta untuk membunuh orang-orang yang tidak mau memeluk agama Islam. Inilah peletakan dasar dalam menghormati keragaman dalam masyarakat yang dilakukan oleh Nabi.


Pernyataan ini juga menjadi dasar penegakan dari hak asasi manusia karena Ia tidak serta merta membunuh dan menganiaya orang-orang yang menolak seruannya. Rahmat dan kasih sayang adalah prinsip yang selalu beliau pegang teguh dalam menyebarkan risalah agama islam. Tidak hanya untuk orang-orang yang mau dengan terbuka menerima seruannya, tapi juga berlaku secara umum kepada seluruh umat manusia bahkan kepada orang yang dengan terang-terangan ingin mencelakainya sekalipun.


Islam sebagai agama yang menjadi rahmat bagi sekalian alam, telah meletakkan dasar-dasar dalam menghargai setiap perbedaan yang ada. Ada banyak ayat yang tercantum dalam Al-Quran yang menjelaskan secara jelas, tidak pernah ada paksaan untuk memeluk agama ini.  “Bagimu agamamu, bagiku agamaku” adalah penggalan ayat QS Al-Kafirun ayat 6. Ini menunjukkan bahwa Islam sangat menghargai setiap perbedaan dan tidak pernah memaksa orang lain untuk memeluk agamanya. 


Kalau kita belajar masa sejarah kegemilangan Islam, ada banyak hal yang bisa kita pelajari tentang pentingnya tetap menjaga keharmonisan hidup dengan menghargai keragaman yang ada. Hal itu karena Islam adalah agama yang menjunjung tinggi hak asasi manusia, maka aturan-aturan yang dibuat sangat menekankan prinsip persamaan dan kebebasan yang bertanggung jawab.


Inilah sebabnya ketika Islam menjadi sebuah imperium besar di dunia, tidak pernah ada satu kisahpun yang menceritakan adanya penindasan dan ketidakadilan yang dilakukan penguasa muslim terhadap rakyat yang memeluk agama yang berbeda.


Negeri yang dikuasai oleh Muslim terbebas dari berbagai aturan dan dampak buruk sistem feodal. Dimana dalam sistem ini, terdapat kasta-kasta yang membedakan antara kelompok masyarakat tertentu dibandingkan yang lain. Misalnya, golongan bangsawan lebih terhormat dan mendapat perlakuan istimewa dibandingkan dengan mereka yang berasal dari keluarga petani dan lain sebagainya.


Persamaan hak juga berlaku bagi mereka warga negara non-muslim yang berada di negara Islam. Hak mereka sepenuhnya dijamin oleh negara, mereka mempunyai hak dan kewajiban yang sama layaknya warga negara yang beragama islam. Bahkan sahabat Nabi, yakni Abu Bakar mengatakan  “darah mereka sama dengan darah kita” yang dengan jelas menunjukkan bahwa warga non-muslim diperlakukan sama dengan warga muslim lainnya.


Di zaman yang semakin kompleks dan penuh dengan perbedaan ini, sepertinya kita harus kembali kepada tatanan aturan bermasyarakat yang dicontohkan oleh Nabi. Menghargai dan menghormati adalah kunci dari kerukunan masyarakat di tengah beragam pluralisme yang ada.

Rabu, 28 November 2012

Pemuda Islam Tak Buang Waktu Dengan Mubazir


Ngomongin soal waktu sebenarnya udah sering banget dibahas ya? Sebab, setiap dari diri kita masing-masing pasti udah punya sistem management sendiri dalam mengatur kebiasaan hidup kita. Jadi sebenarnya kalo mau disamakan modelnya agak susah. Tapi yang terpenting dalam mengatur waktu adalah pastikan sesuai dengan tujuan dan tak ada waktu yang disia-siakan begitu saja. Sebab, waktu ini akan terus berjalan. Sang waktu nggak perlu minta ijin sama kita yang lagi bengong, main gaple, main gim, ngobrol nggak jelas, dan aktivitas miskin manfaat lainnya atau malah yang maksiat.


Waktu bakalan terus berlari meninggalkan kita yang aktif maupun yang nggak pernah bergerak sedikit pun. Sering tak terasa, waktu seminggu sangat cepat, itu kita tahu setelah kita melewatinya. Bagi kita yang melewatinya dengan banyak amal baik insya Allah menjadi tabungan pahala kita kelak. Tapi bagi kita yang melewati hari demi hari dalam seminggu itu hanya dengan bengong dan bertopang dagu saja, rasa-rasanya sangat rugi, apalagi kalo melakukan maksiat, ruginya berlipat-lipat.


Allah berfirman dalam al-Quran:
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasihat-menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran.” (QS al-‘Ashr [103]: 1-3)


Waktu tak akan kembali


Masih ingat nggak lagunya Raihan yang terinspirasi dari hadis Rasulullah saw. tentang waktu? Yup, gini nih penggalan syairnya: “Gunakan kesempatan yang masih diberi moga kita tak akan menyesal/Masa usia kita jangan disiakan, kerana ia tak ‘kan kembali/Ingat lima perkara sebelum lima perkara/sehat sebelum sakit/muda sebelum tua/kaya sebelum miskin/lapang sebelum sempit/hidup sebelum mati.”


Yup, benar banget. Waktu punya karakter nggak bisa dikembalikan. Terus aja berlalu nggak peduli sama kita. Apa pernah kepikiran kita ingin meng-UNDO seperti pada program komputer? Waktu nggak bisa dikembalikan seperti ketika kita main internet dengan cara mengklik tombol BACK agar bisa mengulangi mengeksekusi sebuah situs web misalnya. Nggak. Waktu itu boleh dibilang hanya sekali jadi. Itu sebabnya, tugas kitalah yang kudu pandai memilih dan memilah dalam memanfaatkan waktu.


Memang waktu adalah semacam ukuran yang kita sepakati bersama. 1 detik, 1 menit, 1 jam, 1 hari, 1 minggu, 1 bulan, 1 tahun, 1 windu, 1 dasawarsa, 1 abad, dan seterusnya. Itu adalah ukuran-ukuran untuk memudahkan kita mengerjakan segala urusan kita. Adanya batasan waktu adalah agar kita mau mengaturnya dengan baik. Percuma banget kan kalo kita udah dikasih jadwal, udah sepakat dengan waktu yang dibuat, ternyata kita melanggar sendiri kesepakatan tersebut dengan tidak mentaatinya sesuai urutan waktu dan target.


Kalo bicara untung-rugi, tentu bagi kita yang nggak bisa memenuhi semua aturan itu akan rugi karena bisa jadi malah nggak melakukan apa-apa selama waktu yang sudah ditentukan kecuali melakukan kesia-siaan saja yang memang bukan sesuatu yang seharusnya dilakukan.
Nah, pada saat inilah kita udah kehilangan banyak waktu. Tentu saja waktu tak akan pernah balik lagi ngasih kesempatan buat kita untuk melakukan yang telah kita tinggalkan tersebut. Yang bisa dilakukan kita paling banter adalah memperbaiki pada kesempatan berikutnya. Tapi tetap tidak mengubah kondisi balik ke belakang. Karena yang terjadi adalah kita memperbaiki pada waktu yang lain dan selama itu pula kita udah kehilangan banyak kesempatan. Aduh, nggak banget deh!


Nggak percaya? Bayangannya gini nih. Bagi kita yang nggak naik kelas tahun ini karena malas belajar, maka itu kondisi saat ini yang nggak bisa berubah. Tetep nggak naik kelas. Status kita tetap tinggal di kelas sementara teman yang lain udah di kelas berikutnya. Padahal itu terjadi dalam satu waktu, yakni pada kesempatan yang sama. Ya, sekarang ini. Kita insya Allah bisa naik kelas tapi itu terjadi nanti pada tahun depan. Beda kan? Jadi jangan main-main dengan waktu ya. Waktu nggak bakalan kembali lagi. Sekali jadi. So, jangan sampe kita merugikan diri kita sendiri gara-gara nggak bisa memanfaatkan waktu. Sumpah!


Guys, seringkali kita merasa bahwa waktu begitu cepat berlalu. Kayaknya singkat banget. Apa karena kita saking asyiknya menikmati hidup? Hmm.. bisa jadi itu emang faktor perasaan kita. Karena terlalu nikmat hidup di dunia. Tapi ingat juga lho, bahwa ada juga di antara teman kita yang sangat boleh jadi waktu berjalan sangat lambat. Misalnya, bagi orang yang berada di penjara, yang aktivitasnya nggak banyak dan muter di situ terus, waktu terasa berjalan lambat kayak keong.


Waktu yang berjalan terasa cepat selain menunjukkan betapa nikmatnya hidup di dunia, juga menunjukkan bahwa kita semangat menjalani hidup. Banyak kegiatan kita lakukan, banyak janji kita buat, banyak prestasi yang terus kita raih, sehingga tak ada waktu untuk melamun ngeliatin jam berputar. Karena justru kita seolah sedang berlari melangkahi hari-hari berpacu dengan putaran jarum jam atau hentakan detik penanda waktu digital. Barangkali ini yang membuat kita merasakan waktu berlalu begitu cepat.


Hikmahnya, jangan sia-siakan waktu yang terus berjalan cepat ini dengan kegiatan yang miskin manfaat, atau malah bertabur maksiat. Kita nggak bisa balik lagi ke waktu tersebut. Yang bisa adalah memperbaiki dan itu butuh waktu lagi. Sementara mereka yang taat mengatur waktu dengan baik, akan menuai hasil yang bagus pada waktu yang sama dengan yang kita gunakan untuk kegiatan percuma.


Oya, karakter waktu yang cukup unik lainnya adalah bahwa waktu geraknya berbanding lurus. Semakin banyak waktu yang disediakan untuk hidup kita, maka sebanyak itu pula waktu yang diberikan. Itu sebabnya, setiap orang yang berbeda usia nggak bisa balapan soal umur. Jatahnya udah jelas dan dikasih sama. Tapi tetap sesuai start saat memulai hidup di dunia. Nah, karena nggak bisa balapan soal umur, pernah ada anekdot ketika seorang pemuda yang hendak menikahi seorang gadis pujaannya yang berusia lebih muda 3 tahun darinya. Tapi ayah si gadis nggak setuju lalu memberi alasan: “Boleh kamu menikah dengan anak saya, tapi nanti saat umur kamu dan anak saya sama”. Gubrak!


Sobat, waktu terus berjalan seiring dengan bertambahnya usia kita. Itu sebabnya, kita nggak bisa minta ijin, misalnya mo cuti dulu dari bertambahnya usia ketika kita lagi tidur atau ngobrol dan main gim. Usia kita dari detik ke detik terus bertambah. Meskipun kita lagi nggak beraktivitas. Itu sebabnya, jangan mentang-mentang masih muda terus kita merasa masih banyak waktu untuk nanti. Sehingga merasa waktu tersebut harus kita habiskan untuk aktivitas yang kita sukai dan senangi saat ini namun dalam pandangan Islam miskin manfaat. Itu artinya kita menghamburkan kesempatan yang diberikan hanya untuk hal-hal yang remeh-temeh, gitu. Nggak banget deh. Sebab, seharusnya yang kita upayakan dalam setiap detik itu harus bernilai ibadah di hadapan Allah Swt. Setuju kan?


Memanfaatkan waktu


Waktu itu sebenarnya nggak bisa dijinakkan. Kalo kuda liar kita latih jadi baik insya Allah bisa. Tapi soal waktu, kita berbuat baik atau nggak, tetap aja jalan. Nggak peduli sama kita dan lurus-lurus saja. Nah, mungkin yang diperlukan itu adalah bagaimana kita memanfaatkan waktu dengan efektif.


Bagaimana caranya? Pertama, biasakan kita membuat agenda harian. Diurut prioritasnya dari yang sangat penting, kemudian penting, dan biasa. Misalnya sekolah/kuliah tentu menjadi prioritas utama, kemudian ke warnet, barangkali dianggap penting karena misalnya mencari bahan untuk tukul alias tugas kuliah, kemudian yang terkategori biasa misalnya pergi main ke rumah teman. Nah, utamakan yang sangat penting terlebih dahulu baru kemudian yang terakhir yang terkategori biasa.


Kedua, kita harus komitmen dengan apa yang udah kita buatkan jadwalnya. Karena kebiasaan banyak dari kita adalah menulis semua agenda, tapi nggak dikerjakan. Akhirnya malah keleleran. Ketiga, buat target. Ini penting. Apalagi jika yang akan dilakukan adalah “proyek besar” untuk masa depan kita. Jadi harus dibuat batasan waktunya, sehingga rencana yang sudah dibuat itu akan direalisasikan sesuai urutan waktu dan ukuran tahapan tingkat pencapaiannya. Jangan lupa, pastikan selalu ada evaluasi, agar dari waktu ke waktu lebih baik lagi.


Gimana kalo kita lagi malas ngapa-ngapain, apa malas bisa dikategorkan sebagai pembunuh kesempatan? Hmm… rasa malas itu saya pikir manusiawi kali ya. Soalnya semua orang kayaknya pasti pernah merasakan malas. Itu sebabnya, Rasulullah saw. juga mengajarkan doa agar kita meminta kepada Allah Swt. untuk dihilangkan dari penyakit malas. Maka, kalo pun rasa malas itu mendera kita, pastikan kita bisa mengendalikan diri.


Caranya? Jangan terlena dan jangan mengampuni diri sendiri bahwa rasa malasnya itu adalah manusiawi. Nggak gitu. Tapi cari akibatnya, mungkin malas karena capek, maka kita bisa atur waktu dan kegiatan lainnya supaya nggak kecapekan. Ketika malas ngapa-ngapain dan akhirnya malah main gim dengan tujuan untuk refreshing silakan saja. Tapi jangan keterusan. Ingat waktu terus berjalan meninggalkan kita. Kalo udah hilang penat dan stresnya segera berhenti main gim. Setelah itu, ya kembali kepada pekerjaan yang harus diselesaikan.


Oya, sekadar berbagi aja, kebiasaan saya dalam mengatur dan memanfaatkan waktu sejujurnya memang masih banyak kekurangannya. Tapi setidaknya saya berusaha menekan diri sendiri untuk terus komitmen pada setiap kegiatan yang waktunya sudah dialokasikan. Jadi saya biasanya membuat jadwal yang saya tulis di buku agenda, di ponsel saya, di organizer program komputer, atau di kertas styrofoam yang ditempel di dinding. Agenda harian, mingguan atau bulanan. Baik yang rutin maupun yang tertentu pas ada momen spesial aja. Untuk kegiatan menulis buku, saya biasanya pake target, sehingga ada alat ukur tingkat pencapaiannya. Itu aja sih yang biasa saya lakukan. Mungkin bisa menjadi inspirasi teman-teman yang sempat baca artikel ini.


Sobat, di dunia ini kita berpacu dengan waktu, maka tingkatkan kualitas perbuatan kita, syukur-syukur bisa lebih banyak kita lakukan. Tentu perbuatan yang benar dan baik sesuai tuntunan Allah dan RasulNya. Untuk apa? Ya, untuk masa depan kita di dunia dan di akhirat. Insya Allah. Sebab, jangan sampe umur kita habis, tapi kita banyak maksiatnya. Kematian itu nggak bisa kita ketahui kapan datangnya. Jadi, harap diingat, Malaikat Izrail nggak bakal kirim “pesan kematian” kepada kita melalui SMS dengan bunyi: “Maaf, masa aktif hidup Anda akan segera habis. Sudah terlalu banyak dosa Anda di buku catatan akhirat. Sehingga saldo iman berkurang. Segera isi ulang iman Anda sebelum nyawa Anda diblokir.” Hehehe.. kalo dikasih tahu gitu sih enak dong.


Yuk, mumpung masih diberikan waktu, kita manfaatkan untuk beramal baik. Kita sama-sama berusaha menjadi yang terbaik di hadapan Allah Swt. Keep istiqamah dan tetap semangat!

Rabu, 21 November 2012

Menjaga Lisan dari Mengutuk dan Melaknat

Kata laknat yang sudah menjadi bagian dari bahasa Indonesia memiliki dua makna dalam bahasa Arab yaitu bermakna mencerca, yang kedua bermakna pengusiran dan penjauhan dari rahmat Allah. Ucapan laknat ini mungkin terlalu sering kita dengar dari orang-orang di lingkungan kita dan sepertinya saling melaknat merupakan perkara yang biasa bagi sementara orang, padahal melaknat seorang Mukmin termasuk dosa besar. Tsabit bin Adl Dlahhak radhiallahu ‘anhu berkata :


“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda : ‘Siapa yang melaknat seorang Mukmin maka ia seperti membunuhnya.’ ” (HR. Bukhari dalam Shahihnya 10/464)


Ucapan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam : ((“Fahuwa Kaqatlihi”/Maka ia seperti membunuhnya)) dijelaskan oleh Al Hafidh Ibnu Hajar Al Asqalani rahimahullah dalam kitabnya Fathul Bari : “Karena jika ia melaknat seseorang maka seakan-akan ia mendoakan kejelekan bagi orang tersebut dengan kebinasaan.”Sebagian wanita begitu mudah melaknat orang yang ia benci bahkan orang yang sedang berpekara dengannya, sama saja apakah itu anaknya, suaminya, hewan atau selainnya.


Sangat tidak pantas bila ada seseorang yang mengaku dirinya Mukmin namun lisannya terlalu mudah untuk melaknat. Sebenarnya perangai jelek ini bukanlah milik seorang Mukmin, sebagaimana Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :


“Bukanlah seorang Mukmin itu seorang yang suka mencela, tidak pula seorang yang suka melaknat, bukan seorang yang keji dan kotor ucapannya.” (HR. Bukhari dalam Kitabnya Al Adabul Mufrad halaman 116 dari hadits Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu. Hadits ini disebutkan oleh Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi’i hafidhahullah dalam Kitabnya Ash Shahih Al Musnad 2/24)


Dan melaknat itu bukan pula sifatnya orang-orang yang jujur dalam keimanannya (shiddiq), karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda : “Tidak pantas bagi seorang shiddiq untuk menjadi seorang yang suka melaknat.” (HR. Muslim no. 2597)


Pada hari kiamat nanti, orang yang suka melaknat tidak akan dimasukkan dalam barisan para saksi yang mempersaksikan bahwa Rasul mereka telah menyampaikan risalah dan juga ia tidak dapat memberi syafaat di sisi Allah guna memintakan ampunan bagi seorang hamba. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda : “Orang yang suka melaknat itu bukanlah orang yang dapat memberi syafaat dan tidak pula menjadi saksi pada hari kiamat.” (HR. Muslim dalam Shahihnya no. 2598 dari Abi Darda radhiallahu ‘anhu)


Perangai yang buruk ini sangat besar bahayanya bagi pelakunya sendiri. Bila ia melaknat seseorang, sementara orang yang dilaknat itu tidak pantas untuk dilaknat maka laknat itu kembali kepadanya sebagai orang yang mengucapkan.


Imam Abu Daud rahimahullah meriwayatkan dari hadits Abu Darda radhiallahu ‘anhu bahwasannya Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda : “Apabila seorang hamba melaknat sesuatu maka laknat tersebut naik ke langit, lalu tertutuplah pintu-pintu langit. Kemudian laknat itu turun ke bumi lalu ia mengambil ke kanan dan ke kiri. Apabila ia tidak mendapatkan kelapangan, maka ia kembali kepada orang yang dilaknat jika memang berhak mendapatkan laknat dan jika tidak ia kembali kepada orang yang mengucapkannya.”


Kata Al Hafidh Ibnu Hajar hafidhahullah tentang hadits ini : “Sanadnya jayyid (bagus). Hadits ini memiliki syahid dari hadits Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu dengan sanad yang hasan. Juga memiliki syahid lain yang dikeluarkan oleh Abu Daud dan Tirmidzi dari hadits Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma. Para perawinya adalah orang-orang kepercayaan (tsiqah), akan tetapi haditsnya mursal.”


Ada beberapa hal yang dikecualikan dalam larangan melaknat ini yakni kita boleh melaknat para pelaku maksiat dari kalangan Muslimin namun tidak secara ta’yin (menunjuk langsung dengan menyebut nama atau pelakunya). Tetapi laknat itu ditujukan secara umum, misal kita katakan : “Semoga Allah melaknat para pembegal jalanan itu… .”


Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam sendiri telah melaknat wanita yang menyambung rambut dan wanita yang minta disambungkan rambutnya.


Beliau juga melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki dan masih banyak lagi. Berikut ini kami sebutkan beberapa haditsnya : “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam melaknat wanita yang menyambung rambutnya (dengan rambut palsu/konde) dan wanita yang minta disambungkan rambutnya.” (HR. Bukhari dan Muslim dalam Shahih keduanya)


Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam mengabarkan :


“Allah melaknat wanita yang membuat tato, wanita yang minta dibuatkan tato, wanita yang mencabut alisnya, wanita yang minta dicabutkan alisnya, dan melaknat wanita yang mengikir giginya untuk tujuan memperindahnya, wanita yang merubah ciptaan Allah Azza wa Jalla.” (HR. Bukhari dan Muslim dari shahabat Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu)


“Allah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR. Bukhari dalam Shahihnya)


Dibolehkan juga melaknat orang kafir yang sudah meninggal dengan menyebut namanya untuk menerangkan keadaannya kepada manusia dan untuk maslahat syar’iyah. Adapun jika tidak ada maslahat syar’iyah maka tidak boleh karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda : “Janganlah kalian mencaci orang-orang yang telah meninggal karena mereka telah sampai/menemui (balasan dari) apa yang dulunya mereka perbuat.” (HR. Bukhari dalam Shahihnya dari hadits ‘Aisyah radhiallahu ‘anha)


Setelah kita mengetahui buruknya perangai ini dan ancaman serta bahayanya yang bakal diterima oleh pengucapnya, maka hendaklah kita bertakwa kepada Allah Ta’ala. Janganlah kita membiasakan lisan kita untuk melaknat karena kebencian dan ketidaksenangan pada seseorang. Kita bertakwa kepada Allah Ta’ala dengan menjaga dan membersihkan lisan kita dari ucapan yang tidak pantas dan kita basahi selalu dengan kalimat thayyibah. Wallahu a’lam bis shawwab.

Rabu, 14 November 2012

Islam Jalan Penuh Cinta

 
 
Semua agama di dunia menyeru kedamaian. Begitu pula dengan Islam. Islam adalah agama yang cinta damai. Islam sangat mengutuk segala bentuk kekerasan yang bisa mengancam keselamatan umat. Allah berfirman, “Dan tidaklah Kami mengutus kamu melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al-Anbiyaa’: 107).


Jadi salah besar kalau seandainya ada orang yang mencaci dan menuding agama islam, seperti contoh mereka mengatakan islam itu berkembang karena mengedepankan kekerasan seperti acung pedang atau perang. Karena ketika mereka membaca sejarah, mereka menemukan banyak peperangan yang terjadi sepanjang sejarah islam.
Kalau seandainya tudingan itu berasal dari orang-orang non islam, sebenarnya kita tidak perlu merasa kaget. Karena sudah jelas mereka musuh kita. Sebagai mana yang tertera dalam firman Allah Swt “ dan tidak akan pernah senang orang yahudi dan nasrani itu kepadamu ummat islam sebelum kamu mau mengikuti millah mereka”.

Mereka akan melihat agama kita dengan memakai kaca mata hitam, jadi semua yang mereka lihat tentang agama kita akan kelihatan hitam, walupun sebenarnya putih. Begitu juga sebaliknya, mereka akan melihat agama mereka dengan kaca mata putih, jadi setiap yg mereka lihat akan kelihatan putih walaupun sebenarnya hitam.
Namun belakangan ini, predikat damai yang melekat dalam Islam sedikit terganggu. Bahkan telah tercoreng dengan adanya terorisme yang mengatasnamakan islam dalam aksinya. Aksi-aksi pengeboman menjadi berita internasional sebab menimbulkan korban yang tidak sedikit jumlahnya. Dalam aksi tersebut, dengan terbuka para pelaku terror mengaku amalan pengeboman itu dilegalkan oleh Al-Quran dan Hadist. Mereka menganggap apa yang mereka lakukan adalah jihad fi’sabilillah. Jelasnya, menurut mereka, membunuh non-muslim adalah bentuk jihad yang diwajibkan oleh Allah.


Bentuk teror tersebut kian memperkuat stigma bahwa Islam dan terorisme adalah dua hal yang saling berkaitan atau saling melengkapi. Tidak hanya itu, sebagian kalangan menilai Islam adalah agama yang cinta kekerasan. Kita sebagai muslim secara tak langsung boleh jadi dinilai sebagai muslim yang gemar melakukan tindak kekerasan atau terror.


Sedikit inspirasi dari sebuah film yang memaparkan tragedi 11 september di Amerika Serikat film “My Name is Khan, and I am not a terrorist” yang di bintangi oleh Shah Rukh Khan (Risvan Khan) dan Kajol (Mandira). Crita ini di mulai dari Risvan Khan datang ke Amerika untuk menemui saudaranya dan bekerja disana. Sejak lahir ia menderita Asperger Syndrome, salah satu bagian autis yang mengakibatkan ganggunan untuk berinteraksi social. Dengan bantuan saudaranya tersebut, akhirnya dia dapat diterima di perusahaan kosmetik. Mandira merupakan sosok wanita hindu India yang dapat berkarir cukup bagus di negeri paman Sam. Dia membuka sebuah salon kecantikan di pusat kota San Fransisco. Mandira sudah bercerai dengan suaminya dan memiliki seorang anak bernama Sameer. Sebuah kebetulan akhirnya mempertemukan Khan dan Mandira ketika Khan menawarkan produk-produk kecantikanya kepada salon Mandira. Cerita pun berlanjut akhirnya mereka menikah dan hidup bahagia.


Alur cerita berjalan cukup lambat dan membosankan tipikal film India dengan nyanyian dan tarianya yang khas. Alur berubah ketika mencapai pertengahan film dan memasuki inti cerita. Adalah peristiwa 11 September yang kemudian memunculkan stigma anti Islam di seluruh penjuru Amerika. Pria berjenggot panjang ditangkap dan kemudian dipukuli, sementara yang lainnya memilih mencukur habis jenggotnya untuk menyamarkan identitas kemuslimannya. Seorang wanita rela melepas jilbabnya agar dapat terus bekerja. Hal senada juga melanda kelurga kecil Khan dan Mandira. Sameer Khan, anak mereka yang telah tumbuh remaja dihina, dan kemudian dipukuli hingga meninggal. Peristiwa tragis ini membuat Mandira menyalahkan Khan karena telah menikahinya dan menambahkan embel-embel Khan dibelakang nama Sameer. Akhirnya Khan meninggalkan rumah dan berjanji tidak akan pulang sampai ia berhasil menemui presiden Amerika dan berkata bahwa ia seorang muslim tapi bukan teroris.


Pada titik ini, film mulai berjalan menarik dan enak untuk diikuti. Cerita ketika Khan berkali-kali berupaya menemui George Bush digambarkan oleh sutradara dengan sangat baik. Dalam perjalanannya melanglang buana, Khan sempat tinggal selama beberapa hari di sebuah kampung negro-kristen di Georgia. Perjalanannya berlanjut dan pada suatu kesempatan ketika ada iring-iringan mobil George Bush, Khan nekat berteriak: “My Name is Kan, and I’m not a terrorist!”. Kontan teriakan “terrorist” ini membuat ia menjadi pusat perhatian kamera dan pasukan pengamanan presiden. Khan akhirnya ditangkap, disiksa, diinterogasi dan dijebloskan ke penjara. Untungnya ada satu kantor berita muslim yang simpatik dengan Khan dan menuliskan bahwa ia sebenarnya tidak bersalah. Berita seputar Khan ini sampai juga ke telinga Mandira yang kemudian menolong Khan dan membebaskanya dari penjara.
Badai Katrina yang melanda Georgia menggerakkan Khan untuk menolong para korban, padahal bantuan dari pemerintah saja belum mencapai wilayah itu. Ia menolong para korban di rumah sakit, memperbaiki gereja, dan membantu pembangunan kembali daerah itu. Aksinya diliput oleh wartawan yang simpatik tadi. Akhirnya tindakan heroic ini diliput dan dibahas secara luas di media-media terkemuka di Amerika. Dalam sekejap Risvan Khan menjadi newsmaker.

Film ini mencapai klimaks ketika akhirnya Khan berhasil menemui Barack Obama, presiden Amerika yang baru dan menyampaikan pesan “My Name is Khan and I’m not a terrorist” ini sampai secara langsung ke telinga presiden Amerika.

Dari film tersebut banyak kaum muslim yang terfitnah dan teraniaya hanya karena ulah terorismu yang mengatasnamakan islam. bukti-bukti lain bahwa islam itu agama cinta damai dan jauh dari kekerasan karena islam merupakan agama yang dibawa oleh nabi MuhammadSAW sebagai rohmatal lil’alamin. Jangankan manusia seluruh alam pun mendapat rahmat dengan kedahadiran islam. Contoh islam melarang kita jangan buang air dilubang semut. Dan ada lagi dalam riwayat lain melarang kita menjadikan keledai sebagai kursi, maksudnya jangan biarkan gerobak atau barang terus menerus dipundak keledai karena ini sangat memberatkan baginya. Kemudian didalam hadist yang lain nabi Saw. Mengatakan “apa bila kamu hendak menyembelih maka tajamkanlah pisaunya. Agar hewan tersebut tidak tersiksa”. Dari riwayat tersebut sudah jelas bagi kita bahwa islam datang sebagai rohmatal lil’alamin. Hewan saja mendapat rahmat dengan kedatangan islam apalagi manusia. Jadi ini bukti pertama bahwa islam agama cinta damai bukan mengedepankan kekerasan.

Ada riwayat lain ketika nabi Muhammad SAW dimandikan dengan air ludah setiap kali melewati daerah itu, namun suatu hari nabi lewat ditempat itu kembali, nabi tidak menemukan air ludah yang jatuh dari atas, kemudian Nabi bertanya-tanya kemana orang yang biasa meludahi saya?, Ternyata nabi dapat kabar orang tersebut sedang sakit. Kemudian nabi datang dengan membawa buah-buahan untuk mengunjungi orang tersebut. Dan akhirnya orang tersebut masuk islam dengan melihat akhlak nabi yang sangat mulia.
Subhanallah…. begitu mulianya Nabi Muhammad Saw. Tidak pernah melakukan kekerasan bahkan dengan musuhnya sendiri. Hal ini sudah cukup membuktikan bahwa islam adalah agama rohmatallil’alamin, atau agama cinta damai yang jauh dari kekerasan dan kezhaliman.

Terus benarkah Islam mengajarkan tindak terorisme?

Allah berfirman:
Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus. (Al-Maaidah: 15-16)

Ayat ini menegaskan bahwa Allah SWT melalui Nabi Muhammad saw menghendaki manusia untuk selalu menuju jalan keselamatan yakni dengan dikeluarkannya mereka yang diibaratkan dalam kondisi gelap gulita yang kemudian bercahaya, sehingga dapat memilih jalan lurus. Dalam surat Ali Imran juga diterangkan:
Sungguh Allah telah memberi kenikmatan kepada orang-orang mukmin ketika Allah mengutus di kalangan mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (QS. Ali Imran: 164)

Terror yang mempunyai makna sebagai tindakan sewenang-wenang, keji, buruk dan merugikan pihak lain juga terjadi pada masa jahiliyah sebagaimana yang diterangkan dalam surat Ali Imran ayat 103:
Dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu, ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara … (QS. Ali Imran 103)

ayat tersebut dengan gamblang menjelaskan bahwa permusuhan adalah bentuk perilaku yang tidak disukai Allah. Terlebih, permusuhan yang terjadi antara umat seagama, beragama, dan sebangsa. Maka Allah dengan kemahakuasaan-Nya memberi nikmat kepada manusia untuk selalu bersatu.
Islam sama sekali tidak merestui permusuhan maupun tindakan-tindakan yang dapat merugikan orang lain. Ini juga yang senantiasa dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw.
Maka disebabkan rahmat dari Allah lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. (QS. Ali Imran: 159)
Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. (QS. At-Taubah: 128)

Ayat tersebut menjelaskan bahwa Nabi Muhammad saw memiliki sifat lemah-lembut terhadap siapa saja. Baik itu yang seagama, segolongan maupun yang tidak. Karenanya, manakala terjadi permusuhan yang mengakibatkan penderitaan rakyat, beliau merasa iba. Untuk itu beliau tak henti-hentinya menyeru kepada umat untuk selalu berbelas kasih.
Dari ‘Aisyah istri Nabi SAW, bahwasanya Rasulullah saw bersabda, “Hai ‘Aisyah, sesungguhnya Allah itu Maha Kasih Sayang dan senang kepada kasih sayang, dan Dia memberi (kebaikan) pada kasih sayang itu apa-apa yang Dia tidak berikan kepada kekerasan, dan tidak pula Dia berikan kepada apapun selainnya”. (HR. Muslim)

Kejahatan dan perbuatan jahat, keduanya sama sekali bukan ajaran Islam. Dan orang yang paling baik Islamnya ialah yang paling baik akhlaqnya. (HR. Ahmad)
Dan apabila Allah mencintai seorang hamba, Allah memberinya kasih sayang (kelemah-lembutan). Dan tidaklah suatu keluarga yang terhalang dari kasih sayang, melainkan mereka terhalang pula dari kebaikan. (HR. Thabrani)

Dalam suatu riwayat dijelaskan bahwa ada seorang Arab badui kencing di masjid, lalu orang-orang marah, dan akan memukul sebagai hukuman. Kemudian melihat kemarahan para shahabat tersebut, beliau bersabda : “Biarkanlah dia, dan siramlah pada bekas kencingnya itu seember atau setimba air, karena sesungguhnya kamu sekalian diutus untuk memberi kemudahan bukan diutus untuk membuat kesukaran/kesusahan”. (HR. Bukhari)

Dalam sabdanya yang lain, dari Anas, dari Nabi saw beliau bersabda, “Permudahlah dan jangan mempersulit. Dan gembirakanlah dan jangan kalian membuat manusia lari”. (HR. Bukhari)
Beberapa hadis dan ayat di atas menunjukan bagaimana Islam yang direpresentasikan oleh Nabi Muhammad saw sangat mencintai kedamaian dalam hidup. Nabi Muhammad senantiasa menyeru kepada umatnya untuk selalu berkasih sayang.
Bahkan dalam suatu riwayat dijelaskan bahwa dalam peperangan pun Nabi saw berpesan kepada para sahabat. Sabda beliau: “Hai manusia, janganlah kamu menginginkan bertemu dengan musuh, dan mohonlah kepada Allah agar kalian terlepas dari marabahaya. Apabila kalian bertemu dengan musuh, maka bersabarlah dalam menghadapi mereka, dan ketahuilah bahwasanya surga itu dibawah bayangan pedang”. (HR. Muslim)

Berdasarkan ayat dan hadis yang sudah dijabarkan di atas maupun dilihat dari pembahasaan, sangat jelas Islam tidak ada sangkut pautnya dengan bentuk tindakan kekerasan atau teror. Adapun tindakan teror yang mengatasnamakan Islam merupakan hal yang keliru dan salah. Tindakan tersebut hanyalah bentuk dari kedunguan manusia bodoh dalam memahami Islam ataupun pihak lain yang ingin memecah belah umat islam dari kerukunan antar umat beragama.

Wallahu a’lam. Wa ilaihitur jau’l umur.
Semoga bermanfaat