“Kami tidak mengutus engkau,
Wahai Muhammad, melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam” (QS.Al Anbiya:107)
Ketika Paus Urbanus II membuat
opini untuk mengobarkan perang dan merebut kota suci Yerusalem, maka puluhan
ribu warga Eropa menyambutnya. Dalam waktu singkat, terbentuklah berbagai macam
satuan pasukan tempur.
Mereka bergerka lewat jalur darat
menempuh jarak ribuan kilometer menuju Yerusalem. Setibanya disana, pasukan
Eropa itu segera menghadapi pasukan kaum muslimin yang bertahan membela tanah
airnya. Pada akhirnya pasukan Eropa memenangkan pertempuran dan berhasil masuk
kota Yerusalem.
Dan terjadilah tragedi itu,
beribu-ribu kaum muslimin dibantai. Pria, wanita, tua, muda, besar, kecil, maka
dibunuhlah mereka. Pembantaian dilakukan dijalan, dirumah hingga dimasjid.
Bahkan, dilantai Masjid Al Aqsha, ada genangan darah melebihi mata kaki orang
dewasa. Pasukan Eropa yang sebelum keberangkatannya menaklukan Yerusalem itu
diberkati oleh Paus, melakukan pemebersihan etnis besar-besaran.
Pasukan Eropa yang seluruhnya
beragama kristen dan mengusung tema kasih, justru melakukan pelanggaran atas
dogma kekristenannya di Yerusalem. Alih-alih menyebarkan kasih sayang, mereka
melakukan kebiadaban yang luar biasa.
Hal ini berbalik 180 derajat dengan
yang terjadi dengan pasukan kaum Muslimin. Ketika hendak bertempur, pasukan
kaum muslimin justru diperintahkan untuk mentaati sejumlah aturan moral dalam
berperang, seperti : jangan berkhianat, jangan berlebih-lebihan, jangan ingkar
janji, jangan memutilasi mayat, jangan membunuh anak kecil, orang tua renta,dan
wanita, jangan membakar pohon, menebang atau menyembelih binatang ternak
kecuali untuk dimakan, dan jangan mengusik orang-orang ahli kitab yang sedang
beribadah.
Pasukan kaum Muslimin tampaknya
hanya boleh memerangi pihak musuh yang jelas-jelas mengangkat dan mengarahkan
senjatanya ke kaum muslimin. Betapa merepotkan aturan seperti itu. Tapi memang
begitulah ajaran Islam : menjunjung tinggi fairness atau keadilan.
Firman Allah SWT dalam surat Al
Maidah [5] ayat 8 : “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi
orang-orang yang selalu menegakkan (kebeneran) karena Allah, menjadi saksi
dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum,
mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih
dekat dengan takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Keadilan itula kunci agar Islam dan
kaum Muslimin bisa menjadi rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi alam semesta).
Misi Rasulullah SAW adalah untuk
menyempurnakan akhlak manusia. Masa pra kenabian disebut zaman jahiliyah, era
kebodohan. Bodoh yang dimaksud adalah kebodohan secara tauhid dan akhlak. Zaman
jahiliyah adalah dimana akhlak manusia begitu rendah. Contoh-contoh praktek
akhlak yang rendah misalnya : membunuh bayi perempuan karena dianggap aib,
tawaf dalam keadaan tanpa busana, wanita berhubungan dengan banyak pria tanpa
ikatan pernikahan dan jika hamil si wanita bisa memilih dari sekian banyak pria
yang berhubungan dengannya sebgai ayah si anak, peperangan antar suku,
perbudakan dan lain-alin.
Sangat miskin dari nilai-nilai
keadilan dan kasih sayang. Maka datanglah wahyu Allah SWT kepada nabi Muhammad
SAW, beliau diperintahkan untuk berdakwah menyempurnakan akhlak manusia dan
menjadi rahmat bagi alam semesta.
Wajah Rahmatan Lil ‘Alamin
Istilah “rahmatan lil ‘alamin”
berangkat dari ruh misi ajaran Islam, bisa juga dianggap bahwa kalimat tersebut
merupakan semacam kesimpulan dari seluruh aspek ajaran Islam. Jika setiap aspek
ajaran Islam seumpama anak-anak sungai, maka semuanya bermuara ke samudera
rahmatan lil ‘alamin.
Dalam Islam ada ajaran pernikahan,
dengan pernikahan maka akan terbuka wahana saling mengenal antar keluarga besar
kedua mempelai. Hal ini tentu akan menambah ikatan persaudaraan. Melalui
pernikahan akan tumbuhlah rasa kasih sayang dalam keluarga, dari sana akan
tumbuhlah ketentraman jiwa. Manusia yang tentram jiwanya tentu akan mudah
melakukan kebaikan kepada siapa saja, pernikahan bermuara pada rahmatan lil
‘alamin.
Dalam Islam ada wajib belajar,
wahyu yang pertama kali turun kepada nabi Muhammad SAW adalah perintah untuk
membaca, ini merupakan kunci utama dalam belajar. Membaca teks, membaca
lingkungan, membaca masyarakat, membaca situasi politik, membaca alam semesta,
membaca yang tersirat.
Dengan membaca terkuaklah
pengetahuan dan wawasan, namun bukan sekedar membaca, kaum muslimin
diperintahkan membaca “dengan nama Tuhanmu yang Maha Menciptakan”. Membaca
dengan landasan keimanan, hasilnya adalah pengetahuan yang berlandaskan
nilai-nilai ketuhanan dan menjunjung tinggi kemanusiaan. Bukan pengetahuan yang
menjauhkan manusia dari penciptanya, bukan pula pengetahuan yang menghancurkan
kemanusiaan. Pengetahuan yang imaniyah inilah yang akan mendatangkan rahmat
atau kasih sayang, Iqro’ bermuara pada rahmatan lil ‘alamin.
Dalam Islam ada kewajiban Sholat,
Sholat adalah sarana inti dalam habluminallah, amalan yang kelak akan diperiksa
pertama kali di hari kiamat adalah sholat. Setiap manusia beriman mestilah
berhubungan dengan Tuhannya, tanpa peranta, langsung, Sholat sarananya.
Menegakkan sholat akan berdampak
pada tercegahnya manusia dari perilaku keji dan rendahan, sholat akan menjaga
moralitas manusia, sholat akan mendatangkan keamanan bagi lingkungan, sholat
bermuara pada rahmatan lil ‘alamin.
Dalam Islam ada kewajiban zakat,
kepemilikan harta dalam islam tidaklah terlarang, siapapun bisa dan boleh
memiliki harta yang banyak. Islam hanya menetapkan bahwa harta tersebut
haruslah diperoleh dengan jalan yang halal.
Selanjutnya adalah Islam menetapkan
bawah didalam harta kita itu, pada hakikatnya, ada hak orang lain, hak tersebut
harus dikeluarkan dan disalurkan kepada mustahik, Islam sangat memahami bahwa
jiwa manusia itu labil.
Harta yang banyak akan mampu
membuat goyah kejiwaan manusia, harta yang banyak akan mampu menjerumuskan
manusia pada kegilaan dan kerakusan, maka tepatlah ajaran zakat. Dengan
mengeluarkan zakat yang jumlahnya sangat kecil, maka manusia pemilik harta akan
terhindar dari penyakit jiwa seperti keserakahan.
Sebaliknya, dengan zakat akan
menumbuhkan rasa kasih sayang terhadap sesama dan menimbulkan rasa solidaritas
dan kesetiakawanan sosial. Zakat secara akar bahasa memang berarti mensucikan
atau membersihkan, zakat akan mampu membersihkan hati manusia dari keserakahan
dan menggantinya dengan kasih sayang. Zakat bermuara pada rahmatan lil ‘alamin.
Hal-hal diatas adalah sekelumit
contoh saja wajah rahmatan lil ‘alamin dari ajaran islam, masih banyak ajaran
islam yang jika direnungkan dan diuraikan justru akan membuktikan watak
rahmatan lil ‘alamin ini.
Salah Kaprah Lil ‘Alamin
Adalah sangat tepat jika
mengidentikkan Islam dengan kedamaian, rahmatan lil ‘alamin ini sering pula
disandingkan dengan kedamaian. Islam yang rahmatan lil ‘alamin adalah Islam
yang menampilkan wajah damai, muslim yang rahmatan lili ‘alamin adalah muslim
yang menjunjung tinggi perdamaian. Namun, tentu kurang lengkap jika definisi
rahmatan lil ‘alamin hanya dihentikan pada kata perdamaian belaka.
Ada sementara pihak yang membuat
dan menyebarkan opini bahwa Islam yang rahmatan lil ‘alamin adalah Islam yang
meniadakan ajaran jihad dan ammar ma’ruf nahi munkar. Muslim yang rahmatan lil
‘alamin adalah muslim yang “menghormati” hak orang lain, sekalipun “hak”
tersebut adalah hak melakukan apapun yang dilarang agama.
Muslim yang rahmatan lil ‘alamin
adalah muslim yang tidak perlu repot melakukan amar ma’ruf nahi munkar,
sekalipun lingkungan sekitarnya sangat bejat dan rendah akhlaknya. Muslim yang
rahmtan lil ‘alamin adalah muslim yang tidak perlu mencegah upaya pemurtadan
karena setiap orang boleh mendakwahkan agamanya dan memilih agama apapun yang
hendak dianutnya. Muslim yang rahmatan lil ‘alamin adalah muslim yang baik
untuk dirinya sendiri, ini tentu pengertian rahmatan lil ‘alamin yang salah kaprah.
Muslim yang rahmatan lil ‘alamin
adalah muslim yang baik dan berusaha menyebarkan kebaikan dan mencegah
kemungkaran (dengan cara-cara ihsan). Muslim yang rahmatan lil ‘alamin adalah
muslim yang menampilkan dan menegakkan tauhid dan akhlak pada diri, keluarga
dan lingkungannya.
Mewujudkan Rahmatan Lil
‘Alamin
Setiap kita berkewajiban menajdi
rahmatan lil ‘alamin, mewujudkan rahmatan lil ‘alamin bukanlah sekedar berhenti
pada ranah pribadi, ia merupakan sebuah pekerjaan besar yang harus dikerjakan
secara kolektif atau berjamaah.
Mewujudkan rahmatan lil ‘alamin
berarti membumikan, menegakkan, dan memelihara seluruh ajaran Islam tanpa
kecuali, menghilangkan salah satu saja ajaran Islam, maka jangan harap akan
bisa terwujud rahmatan lil ‘alamin yang sempurna.
Islam yang rahmatan lil ‘alamin
mencakup syahadat, sholat, zakat, shaum, haji, jihad, pendidikan, sosial,
kebudayaan, hukum, politik, ekonomi, perdagangan, ilmu pengetahuan, teknologi
dan sebagainya. Semua pihak harus terlibat, terlebih lagi para pengemban amanah
kepemimpinan ummat.
Tapi bagaimanapun juga, langkah
pertama yang sangat penting adalah (meminjam ungkapan Allahuyarham Hasan Al
Hudaibi):”Tegakkan (ajaran dan semangat) Islam di dalam dirimu, maka niscaya ia
akan tegak di masyarakatmu!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar