Selamat Datang

Rabu, 13 Juni 2012

Memahami Wajah Islam Rahmatan Lil’Alamin Sesungguhnya

 “Kami tidak mengutus engkau, Wahai Muhammad, melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam” (QS.Al Anbiya:107)
 
 
Ketika Paus Urbanus II membuat opini untuk mengobarkan perang dan merebut kota suci Yerusalem, maka puluhan ribu warga Eropa menyambutnya. Dalam waktu singkat, terbentuklah berbagai macam satuan pasukan tempur.
 
 
Mereka bergerka lewat jalur darat menempuh jarak ribuan kilometer menuju Yerusalem. Setibanya disana, pasukan Eropa itu segera menghadapi pasukan kaum muslimin yang bertahan membela tanah airnya. Pada akhirnya pasukan Eropa memenangkan pertempuran dan berhasil masuk kota Yerusalem.
 
 
Dan terjadilah tragedi itu, beribu-ribu kaum muslimin dibantai. Pria, wanita, tua, muda, besar, kecil, maka dibunuhlah mereka. Pembantaian dilakukan dijalan, dirumah hingga dimasjid. Bahkan, dilantai Masjid Al Aqsha, ada genangan darah melebihi mata kaki orang dewasa. Pasukan Eropa yang sebelum keberangkatannya menaklukan Yerusalem itu diberkati oleh Paus, melakukan pemebersihan etnis besar-besaran.
 
Pasukan Eropa yang seluruhnya beragama kristen dan mengusung tema kasih, justru melakukan pelanggaran atas dogma kekristenannya di Yerusalem. Alih-alih menyebarkan kasih sayang, mereka melakukan kebiadaban yang luar biasa.
 
 
Hal ini berbalik 180 derajat dengan yang terjadi dengan pasukan kaum Muslimin. Ketika hendak bertempur, pasukan kaum muslimin justru diperintahkan untuk mentaati sejumlah aturan moral dalam berperang, seperti : jangan berkhianat, jangan berlebih-lebihan, jangan ingkar janji, jangan memutilasi mayat, jangan membunuh anak kecil, orang tua renta,dan wanita, jangan membakar pohon, menebang atau menyembelih binatang ternak kecuali untuk dimakan, dan jangan mengusik orang-orang ahli kitab yang sedang beribadah.
Pasukan kaum Muslimin tampaknya hanya boleh memerangi pihak musuh yang jelas-jelas mengangkat dan mengarahkan senjatanya ke kaum muslimin. Betapa merepotkan aturan seperti itu. Tapi memang begitulah ajaran Islam : menjunjung tinggi fairness atau keadilan.
 
 
Firman Allah SWT dalam surat Al Maidah [5] ayat 8 : “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebeneran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat dengan takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Keadilan itula kunci agar Islam dan kaum Muslimin bisa menjadi rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi alam semesta).
 
 
Misi Rasulullah SAW adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia. Masa pra kenabian disebut zaman jahiliyah, era kebodohan. Bodoh yang dimaksud adalah kebodohan secara tauhid dan akhlak. Zaman jahiliyah adalah dimana akhlak manusia begitu rendah. Contoh-contoh praktek akhlak yang rendah misalnya : membunuh bayi perempuan karena dianggap aib, tawaf dalam keadaan tanpa busana, wanita berhubungan dengan banyak pria tanpa ikatan pernikahan dan jika hamil si wanita bisa memilih dari sekian banyak pria yang berhubungan dengannya sebgai ayah si anak, peperangan antar suku, perbudakan dan lain-alin.
Sangat miskin dari nilai-nilai keadilan dan kasih sayang. Maka datanglah wahyu Allah SWT kepada nabi Muhammad SAW, beliau diperintahkan untuk berdakwah menyempurnakan akhlak manusia dan menjadi rahmat bagi alam semesta.
 
 
Wajah Rahmatan Lil ‘Alamin
 
 
Istilah “rahmatan lil ‘alamin” berangkat dari ruh misi ajaran Islam, bisa juga dianggap bahwa kalimat tersebut merupakan semacam kesimpulan dari seluruh aspek ajaran Islam. Jika setiap aspek ajaran Islam seumpama anak-anak sungai, maka semuanya bermuara ke samudera rahmatan lil ‘alamin.
Dalam Islam ada ajaran pernikahan, dengan pernikahan maka akan terbuka wahana saling mengenal antar keluarga besar kedua mempelai. Hal ini tentu akan menambah ikatan persaudaraan. Melalui pernikahan akan tumbuhlah rasa kasih sayang dalam keluarga, dari sana akan tumbuhlah ketentraman jiwa. Manusia yang tentram jiwanya tentu akan mudah melakukan kebaikan kepada siapa saja, pernikahan bermuara pada rahmatan lil ‘alamin.
 
 
Dalam Islam ada wajib belajar, wahyu yang pertama kali turun kepada nabi Muhammad SAW adalah perintah untuk membaca, ini merupakan kunci utama dalam belajar. Membaca teks, membaca lingkungan, membaca masyarakat, membaca situasi politik, membaca alam semesta, membaca yang tersirat.
Dengan membaca terkuaklah pengetahuan dan wawasan, namun bukan sekedar membaca, kaum muslimin diperintahkan membaca “dengan nama Tuhanmu yang Maha Menciptakan”. Membaca dengan landasan keimanan, hasilnya adalah pengetahuan yang berlandaskan nilai-nilai ketuhanan dan menjunjung tinggi kemanusiaan. Bukan pengetahuan yang menjauhkan manusia dari penciptanya, bukan pula pengetahuan yang menghancurkan kemanusiaan. Pengetahuan yang imaniyah inilah yang akan mendatangkan rahmat atau kasih sayang, Iqro’ bermuara pada rahmatan lil ‘alamin.
 
 
Dalam Islam ada kewajiban Sholat, Sholat adalah sarana inti dalam habluminallah, amalan yang kelak akan diperiksa pertama kali di hari kiamat adalah sholat. Setiap manusia beriman mestilah berhubungan dengan Tuhannya, tanpa peranta, langsung, Sholat sarananya.
Menegakkan sholat akan berdampak pada tercegahnya manusia dari perilaku keji dan rendahan, sholat akan menjaga moralitas manusia, sholat akan mendatangkan keamanan bagi lingkungan, sholat bermuara pada rahmatan lil ‘alamin.
 
 
Dalam Islam ada kewajiban zakat, kepemilikan harta dalam islam tidaklah terlarang, siapapun bisa dan boleh memiliki harta yang banyak. Islam hanya menetapkan bahwa harta tersebut haruslah diperoleh dengan jalan yang halal.
Selanjutnya adalah Islam menetapkan bawah didalam harta kita itu, pada hakikatnya, ada hak orang lain, hak tersebut harus dikeluarkan dan disalurkan kepada mustahik, Islam sangat memahami bahwa jiwa manusia itu labil.
 
 
Harta yang banyak akan mampu membuat goyah kejiwaan manusia, harta yang banyak akan mampu menjerumuskan manusia pada kegilaan dan kerakusan, maka tepatlah ajaran zakat. Dengan mengeluarkan zakat yang jumlahnya sangat kecil, maka manusia pemilik harta akan terhindar dari penyakit jiwa seperti keserakahan.
 
 
Sebaliknya, dengan zakat akan menumbuhkan rasa kasih sayang terhadap sesama dan menimbulkan rasa solidaritas dan kesetiakawanan sosial. Zakat secara akar bahasa memang berarti mensucikan atau membersihkan, zakat akan mampu membersihkan hati manusia dari keserakahan dan menggantinya dengan kasih sayang. Zakat bermuara pada rahmatan lil ‘alamin.
 
 
Hal-hal diatas adalah sekelumit contoh saja wajah rahmatan lil ‘alamin dari ajaran islam, masih banyak ajaran islam yang jika direnungkan dan diuraikan justru akan membuktikan watak rahmatan lil ‘alamin ini.
 
 
Salah Kaprah Lil ‘Alamin
 
 
Adalah sangat tepat jika mengidentikkan Islam dengan kedamaian, rahmatan lil ‘alamin ini sering pula disandingkan dengan kedamaian. Islam yang rahmatan lil ‘alamin adalah Islam yang menampilkan wajah damai, muslim yang rahmatan lili ‘alamin adalah muslim yang menjunjung tinggi perdamaian. Namun, tentu kurang lengkap jika definisi rahmatan lil ‘alamin hanya dihentikan pada kata perdamaian belaka.
Ada sementara pihak yang membuat dan menyebarkan opini bahwa Islam yang rahmatan lil ‘alamin adalah Islam yang meniadakan ajaran jihad dan ammar ma’ruf nahi munkar. Muslim yang rahmatan lil ‘alamin adalah muslim yang “menghormati” hak orang lain, sekalipun “hak” tersebut adalah hak melakukan apapun yang dilarang agama.
 
 
Muslim yang rahmatan lil ‘alamin adalah muslim yang tidak perlu repot melakukan amar ma’ruf nahi munkar, sekalipun lingkungan sekitarnya sangat bejat dan rendah akhlaknya. Muslim yang rahmtan lil ‘alamin adalah muslim yang tidak perlu mencegah upaya pemurtadan karena setiap orang boleh mendakwahkan agamanya dan memilih agama apapun yang hendak dianutnya. Muslim yang rahmatan lil ‘alamin adalah muslim yang baik untuk dirinya sendiri, ini tentu pengertian rahmatan lil ‘alamin yang salah kaprah.
 
 
Muslim yang rahmatan lil ‘alamin adalah muslim yang baik dan berusaha menyebarkan kebaikan dan mencegah kemungkaran (dengan cara-cara ihsan). Muslim yang rahmatan lil ‘alamin adalah muslim yang menampilkan dan menegakkan tauhid dan akhlak pada diri, keluarga dan lingkungannya.
 
 
Mewujudkan Rahmatan Lil ‘Alamin
 
 
Setiap kita berkewajiban menajdi rahmatan lil ‘alamin, mewujudkan rahmatan lil ‘alamin bukanlah sekedar berhenti pada ranah pribadi, ia merupakan sebuah pekerjaan besar yang harus dikerjakan secara kolektif atau berjamaah.
 
 
Mewujudkan rahmatan lil ‘alamin berarti membumikan, menegakkan, dan memelihara seluruh ajaran Islam tanpa kecuali, menghilangkan salah satu saja ajaran Islam, maka jangan harap akan bisa terwujud rahmatan lil ‘alamin yang sempurna.
 
 
Islam yang rahmatan lil ‘alamin mencakup syahadat, sholat, zakat, shaum, haji, jihad, pendidikan, sosial, kebudayaan, hukum, politik, ekonomi, perdagangan, ilmu pengetahuan, teknologi dan sebagainya. Semua pihak harus terlibat, terlebih lagi para pengemban amanah kepemimpinan ummat.
 
 
Tapi bagaimanapun juga, langkah pertama yang sangat penting adalah (meminjam ungkapan Allahuyarham Hasan Al Hudaibi):”Tegakkan (ajaran dan semangat) Islam di dalam dirimu, maka niscaya ia akan tegak di masyarakatmu!”
 
 
Wallahu a’lam bisshawab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar