Selamat Datang

Kamis, 09 Mei 2013

Keikhlasan dalam Bekerja (Beribadah)





Mengawali tulisan ini, sesungguhnya saya sedang mempersiapkan tugas akhir kuliah saya, sambil mengerjakan pekerjaan kantor yang saat ini saya geluti. Sungguh mengasyikkan, karena pada saat itu telah terjadi dalam diri saya suatu pergulatan ide/gagasan, argumentasi, dan perspektif ke depan yang perlu saya lakukan. Tentunya hal ini akan memantapkan diri kita untuk berbuat lebih baik, dengan wujud kerja yang nyata. Tema penting yang saya angkat adalah ”Keihlasan dalam Beribadah”




Fauzi Sanqarth menjelaskan dalam kitabnya at-Taqarub Ilallah Thariqut Taufiq bahwa pekerjaan yang paling baik adalah pekerjaan yang dilakukan secara ikhlas lillahi ta’ala serta sesuai dengan tuntunan hukum. Para ulama selalu menyatukan dua hal utama ini dalam setiap aktivitasnya. Dalam surah al-Mulk ayat 2 Allah berfirman,”.... agar Ia menguji siapakah di antara kalian yang terbaik amalnya.” Allah menekankan pada pertanyaan ”amal yang terbaik”, bukan ”amal yang terbanyak”.

Al-Fudhail bin Iyadh menafsirkan amal terbaik dengan yang terikhlas dan terbenar amalnya. Ketika ditanya, ”Mengapa amal yang terikhlas dan terbenar?” Ia menjawab, ”Amal yang benar, tapi tidak ikhlas tidak akan diterima Allah. Amal yang ikhlas, tetapi tidak dengan cara yang benar juga tidak diterima Allah. Amal diterima kalau ikhlas dan benar. Ikhlas terwujud jika diniatkan lillahi ta’ala. Amal yang benar bisa dicapai bila disesuaikan dengan perintah Rasul SAW..” Masih dalam kitab tersebut dikutip bahwa Sa’id bin Zubair mengatakan, ”tidaklah akan diterima perkataan dan amal kecualli dengan niat yang ikhlas. Tidak akan diterima perkataan, amal, dan niat ikhlas kecuali sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad SAW..”

Ketahuilah wahai saudaraku kaum muslimin -semoga Allah memberikan hidayah kepada kita untuk berpegang teguh kepada Al-Kitab dan As-Sunnah-. Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak akan menerima suatu amalan apapun dari siapa pun kecuali setelah terpenuhinya dua syarat yang sangat mendasar dan prinsipil, yaitu:

  1. Amalan tersebut harus dilandasi keikhlasan hanya kepada Allah, sehingga pelaku amalan tersebut sama sekali tidak mengharapkan dengan amalannya tersebut kecuali wajah Allah Ta’ala.
  2. Kaifiat pelaksanaan amalan tersebut harus sesuai dengan petunjuk Rasulullah SAW. Dalil untuk kedua syarat ini disebutkan oleh Allah Ta’ala dalam beberapa tempat dalam Al-Qur`an.
Di antaranya:

“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Rabbnya”. (QS. Al-Kahfi : 110)

Untuk itu, setiap memulai pekerjaan itu niat harus ikhlas. Pekerjaan yang dilakukan juga harus halal sesuai dengan tuntunan Nabi SAW, Bekerja sebagai Pendidik namun tidak ikhlas, pahalanya tidak akan sampai. Menghidupkan anaknya dengan usaha merampok Bank. Keduanya tidak akan diterima Allah. Menarik apa yang diungkapkan Hujjatul Islam Imam Ghazali. Beliau mengatakan, ”semua manusia akan hancur, kecuali mereka yang berilmu. Setiap orang yang berilmu akan hancur, kecuali orang-orang yang ikhlas. Setiap orang yang ikhlas akan selalu menghadapi godaan setan.”

Secara bahasa, Ikhlas bermakna bersih dari kotoran dan menjadikan sesuatu bersih dari kotoran. Sedangkan secara istilah, Ikhlas berarti niat mengharap ridha Allah saja dalam beramal tanpa menyekutukan-Nya dengan yang lain. Oleh karena itu, bagi seorang muslim sejati makna ikhlas adalah ketika ia mengarahkan seluruh perkataan, perbuatan, dan jihadnya hanya untuk Allah, mengharap ridha-Nya, dan kebaikan pahala-Nya tanpa melihat pada kekayaan dunia, tampilan, kedudukan, kemajuan atau kemunduran. Dengan demikian Si Muslim tersebut menjadi tentara fikrah dan akidah, bukan tentara dunia dan kepentingan. Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku.”

Seseorang yang tidak ihsan pekerjaannya, tidak saja sia-sia namun Allah akan timpalkan azab kepada mereka dengan siksa neraka. Dalam kitab Fathur Kabir terdapat hadist Nabi saw. Yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah. Rasulullah swa. bersabda, ”barang siapa yang belajar ilmu supaya bisa bersaing dengan orang pandai atau agar dapat membodohi (mempermainkan) orang bodoh serta memalingkan pandangan manusia kepadanya, niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam neraka. ” Malik bin Dinar pernah mengaitkan, ”jika kalian menjumpai orang yang tidak benar amalnya katakan padanya, tidak usah repot-repot.”

Keikhlasan dalam bekerja memang menjadi sesuatu yang esensi. Ikhlas adalah menjadikan tujuan taat satu-satunya hanyalah kepada Allah Yang Mahabenar. Artinya, yang ia inginkan dalam ketaatannya hanyalah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Bukan untuk yang lain seperti mengambil hati orang lain, mengharap pujian atau makna lain selain mendekatkan diri pada-Nya.”

Dalam konteks ini, kami tidak akan mengkaji kesesuaian pekerjaan dengan syariat Islam, karena pendalam konteks yang lebih jauh. Pekerjaan yang paling baik (ihsan) adalah apabila semua pekerjaan yang dilaksanakan dengan niat yang ikhlas serta jenis pekerjaannya tidak bertentangan dengan syariat Islam. Seorang muslim yang bekerja keras secara ihsan menghidupi keluarganya disamakan dengan orang yang berperang di jalan Allah. Artinya, jika meninggal di saat menuaikan pekerjaannya, maka matinya syahid.

Bagaimana agar kita dapat mencapai rasa ikhlas? Sandarkan hati saat sedang beribadah kepada Allah SWT. Kita hanya memikirkan Allah, shalat untuk Allah, zikir untuk Allah, semua amal yang kita lakukan hanya untuk Allah. Lupakan semua urusan duniawi, kita hanya tertuju pada Allah. Jangan munculkan rasa riya atau sombong di dalam diri kita karena kita tidak berdaya di hadapan Allah SWT. Rasakanlah Allah berada di hadapan kita dan sedang menyaksikan kita. Insya Allah dengan cara di atas anda dapat mencapai ikhlas. Dan jangan lupa untuk berdoa memohon kepada Allah SWT agar kita dapat bekerja dan/atau beribadah secara ikhlas untuk-Nya,

Di samping niat yang ikhlas dan kesesuaian dengan syariat Islam, Nabi saw. pun Tidak melupakan aspek profesionalisme. Seorang pekerja muslim bukan tipe orang yang malas-malasan atau bekerja serampangan. Ketika ditanya pekerjaan apa yang terbaik, beliau saw. menajawab, ”Pekerjaan yang terbaik adalah pekerjaan seseorang dengan tangannya sendiri dan semua bisnis yang dilakukan secara baik.” Dalam hadits yang lain beliau mengatakan, ”sebaik-baik pekerjaan adalah pekerjaan seorang pekerja yang melakukan pekerjaan dengan sebaik-baiknya (profesional).” Demikian hadits riwayat Imam ahmad. Imam Ghazli memberikan tafsiran profesional tersebut sebagai bentuk ketelitian, tanggung jawab, jauh dari unsur penipuan, kerja tidak seenaknya atau serampangan serta menepati hak-hak dan kepentingan pihak lain.

Kalau setiap muslim mendasari pekerjaan dengan aspek-aspek tadi, insya Allah bangsa ini akan maju. Nilai-nilai Islam mendasari setiap gerak langkahnya. Kerahmatan Islam pasti akan menaungi tidak saja umatnya, tapi juga umat-umat yang lain. Itulah prinsip rahmatan lil alamin. Islam rahmat bagi semua,......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar