Selamat Datang

Sabtu, 11 Februari 2012

Mengantisipasi Ajaran Sesat

Mencermati fenomena berkembangnya aliran sesat di Sumbar sungguh sangat merisaukan. Masyarakat mulai khawatir dan gelisah, terutama kalangan orang tua.  Banyak yang menduga masuknya berbagai ajaran pendangkalan aqidah, baik berupa aksi permurtadan maupun ajaran sesat. Akhir- akhir ini kembali ditemukan ajaran-ajaran sesat di Sumbar. Namun yang sangat disayangkan, aliran ini selalu muncul ditenga-tengah masyarakat yang jauh dari pusat kota, diantaranya di daerah Solok Selatan dan Dharmasraya.
 
Sebenarnya, sudah banyak yang dilakukan pemerintah dan pemuka agama untuk mencegah masuknya aliran sesat ini. Tetapi hal ini sering tak bias dihindarkan oleh factor ekonomi dan minimnya pendidikan masyarakat disuatu daerah. Tentunya hal ini tidak bias dibiarkan terus berkembang, jika kita semua tidak ingin masuk ke lingkaran yang tak diridhoi oleh Allah SWT.
 
Faktor penyebab berkembangnya ajaran sesat
 
Untuk mengantisipasi ajaran sesat, maka terlebih dahulu kita perlu mengetahui penyebab berkembangnya ajaran sesat tersebut. Ibarat penyakit atau virus yang menyerang bagian tubuh kita, maka untuk mengobatinya perlu dilakukan diagnosa. Tujuannya untuk mengetahui penyebab terjangkitnya penyakit tersebut, agar tidak salah dalam memberi obat dan mencegah berkembangnya penyakit tersebut. Maka, demikian pula halnya dengan ajaran sesat, perlu kita kaji dan teliti penyebabnya, agar kita mengetahui akar persoalannya sehingga kita dapat menangkal dan membasmi ajaran sesat secara efektif.
 
Menurut hemat penulis, banyak faktor penyebab berkembangnya ajaran sesat di Aceh dengan mudah dan pesat, diantaranya; Pertama,Kedua, tidak memahami persoalan iman dan aqidah secara benar (sesuai dengan al-Quran dan as-Sunnah). Ketiga, kurangnya pendidikan islami dalam keluarga, khususnya masalah aqidah,. Keempat, kurangnya jumlah jam mata pelajaran/mata kuliah agama di sekolah dan perguruan tinggi, khususnya aqidah. Kelima, meninggalkan al-Quran dan as-Sunnah (syariat Islam tidak diamalkan dalam kehidupan sehari-hari). Keenam, tidak adanya pengawasan orang tua terhadap anaknya. Ketujuh, lemahnya pengawasan pemerintah terhadap ajaran sesat. Kedelapan, kurangnya penyuluhan agama dan pengajian dalam masyarakat, khususnya kajian aqidah ahlussunnah wal jama’ah. Kesembilan, kurangnya sosialisasi ciri-ciri ajaran sesat dan bahayanya. Kesepuluh, tidak adanya aturan dan sanksi tegas terhadap pelaku ajaran sesat. faktor iman yang lemah. 
 
Langkah Antisipasi Ajaran Sesat
 
Untuk mengantisipasi persoalan ini, penulis mencoba menawarkan beberapa solusi sebagai langkah untuk mengantisipasi dan menangkal ajaran sesat;
 
Pertama, kuatkan iman kita. Bila iman kita kuat dan kokoh, maka ajaran sesat itu tertolak dengan sendirinya dan tidak akan “laku”. Namun bila iman kita lemah, maka ajaran sesat dengan mudah mempengaruhi kita. Oleh karena itu iman merupakan faktor terpenting dalam membentengi aqidah. Iman berfungsi sebagai resistansi (penangkal) ajaran sesat. Allah Swt berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal shalih, maka mereka diberi petunjuk oleh Tuhan mereka karena keimanannya..” (Yunus: 9)
 
Kedua, pelajari dan pahami aqidah secara  benar, yaitu sesuai dengan ajaran al-Quran dan as-Sunnah. Aqidah yang bertentangan dengan keduanya adalah sesat dan menyesatkan. Karena ketidakpahaman persoalan aqidah dengan benar, maka ajaran sesat begitu mudah mempengaruhi alam pikiran kita. Oleh karena itu, Islam mewajibkan ummat menuntut ilmu syar’i (agama), agar selamat dunia akhirat.  Rasulullah saw bersabda, “Menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim”. Dalam hal ini mempelajari ilmu tauhid, aqidah dan ilmu fikih yang berkaitan dengan ibadah sehari-hari hukumnya wajib ‘ain. Maknanya setiap orang akan berdosa bila tidak mempelajari ilmu-ilmu tersebut. Berbeda dengan ilmu syar’i lainnnya seperti ushul fiqh, fiqh (selain bab ibadah), hadits, tafsir, bahasa arab dan sebagainya, hukumnya hanya wajib kifayah (tidak berdosa bila ada orang lain yang mempelajarinya dalam suatu kampung).
 
Ketiga, pentingnya peran setiap orang tua dalam mendidik, membimbing dan mengawasi anak. Setiap orang tua wajib memberi perhatian kepada anaknya. Pendidikan Islami, khususnya penanaman  aqidah mesti menjadi prioritas utama, karena dapat membentengi anak dari pendangkalan aqidah (ajaran sesat). Allah berfirman, “Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka” (At-Tahrim: 6). Oleh karena itu, setiap orang tua wajib mengajarkan dan membimbing anaknya sesuai petunjuk al-Quran dan as-Sunnah. Bila seorang anak tidak mendapatkan perhatian dan bimbingan dari orang tuanya, maka faktor lingkungannya sangat berpotensi untuk merubah pemikirannya. Maka, setiap orang tua mesti mengawasi gerak-gerik dan pergaulan anaknya. Bisa jadi pendidikan di dalam keluarganya baik, tetapi sikap anaknya berubah menjadi tidak baik ketika bergaul di luar.
 
Keempat, perlu penambahan jam pelajaran/mata kuliah agama, khususnya aqidah, mulai dari sekolah tingkat dasar sampai ke tingkat perguruan tinggi. Selama ini, jumlah jam pelajaran atau mata kuliah agama, terutama aqidah, sangatlah minim. Maka, tidak heran bila banyak siswa dan mahasiswa dengan mudah dipengaruhi oleh ajaran sesat. Meskipun mereka termasuk orang yang cerdas, namun dalam persoalan agama ia tidak cerdas dan tidak paham. Ini memerlukan keseriusan pemerintah Aceh dalam membenahi sistem pendidikan (kurikulum).
 
Kelima, mengamalkan al-Quran dan as-Sunnah dalam kehidupan sehari-hari. Membaca, memahami dan mempelajarinya merupakan kewajiban kita sebagai seorang muslim. Tanpa membaca dan mempelajarinya, maka tidak mungkin kita mengamalkan syariat. Selama ini kita telah meninggalkan al-Quran dan Sunnah Rasul saw demi mendapatkan pangkat, jabatan dan harta. Kita sibuk dengan urusan dunia, melupakan urusan akhirat. Rasulullah saw telah bersabda, “Aku tinggalkan kepada kamu sekalian dua hal, jika kamu berpegang teguh kepada keduanya niscaya kamu tidak akan sesat selama-lamanya, yaitu al-Quran dan Sunnah Rasul saw” (Hadits). Dengan mengamalkan syariat (al-Quran dan as-Sunnah) dalam kehidupan sehari-hari kita akan selamat di dunia dan di akhirat. Memperbanyak ibadah kepada Allah merupakan jalan mendapat petunjuk dari Allah Swt. Maka, kita akan terjaga dari ajaran sesat.
 
Keenam, mengenal ciri atau kriteria ajaran sesat. Secara umum, suatu ajaran/aliran dikategorikan sesat apabila bertentangan dengan ajaran al-Quran dan As-Sunnah, baik dalam persoalan i’tiqad (keyakinan) maupun dalam persoalan ibadah, sesuai dengan firman Allah, “Dan barangsiapa yang menentang Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh, ia telah tersesat, dengan kesesatan yang nyata” (al-Ahzab: 36). Namun, untuk memudahkan mengenal ciri ajaran sesat, Majelis Permusyarawan Ulama (MPU) Aceh telah menetapkan 13 kriteria faham/aliran sesat dalam fatwa MPU NAD no 4 Tahun 2007 tentang Pedoman Identifikasi Aliran Sesat. Dalam fatwanya itu MPU menyatakan bahwa suatu faham atau aliran keagamaan dinyatakan sesat dan menyimpang dari Islam apabila memenuhi salah satu dari kriteria berikut: Pertama, mengingkari salah satu dari rukun iman yang 6 (enam). Kedua, mengingkari salah satu dari rukun Islam yang 5 (lima). Ketiga, meyakini dan atau mengikuti aqidah yang tidak sesuai dengan i’tiqad Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Keempat, meyakini turunnya wahyu setelah al-Quran. Kelima, mengingkari kemurnian dan atau kebenaran al-Quran. Keenam, melakukan penafsiran al-Quran tidak berdasarkan kaidah-kaidah ilmu tafsir. Ketujuh, mengingkari kedudukan hadits Nabi sebagai sumber hukum. Kedelapan, melakukan pensyarahan terhadap hadits tidak berdasarkan kaidah-kaidah ilmu musthalah hadits. Kesembilan, menghina dan atau  melecehkan para Nabi dan Rasul Allah. Kesepuluh, mengingkari Nabi Muhammad saw sebagai Nabi dan Rasul terakhir. Kesebelas, menghina dan atau  melecehkan para shahabat nabi Muhammad saw. Keduabelas, merubah, menambah dan atau mengurangi pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan oleh syariat, seperti berhaji tidak ke Baitullah, shalat fardhu tidak 5 waktu dan sebagainya. Ketigabelas, mengkafirkan sesama muslim tanpa dalil syar’i yang sah, seperti mengkafirkan  muslim hanya karena bukan anggota kelompoknya.
 
Ketujuh, menghidupkan pengajian agama di masjid, meunasah (surau), perkantoran, sekolah dan kampus. Pengajian seperti ini diharapkan dapat memberikan pemahaman agama dengan baik dan benar, sehingga kita tidak mudah dipengaruhi oleh ajaran sesat. Saat ini, masih banyak masyarakat yang awam (kurang paham) persoalan agama, meskipun mereka orang terdidik dan bertitel sarjana, bahkan doktor dan professor sekalipun. Walaupun ada pengajian di masjid atau dimana-mana, namun peminatnya sangatlah sedikit. Fenomena ini sangatlah berbeda dengan jumlah peminat acara konsert musik/lagu dan pertandingan bola yang begitu ramai.
 
Kedelapan, mensosialisasikan bahaya ajaran sesat dan kriterianya serta hukuman bagi penyebarnya baik di dunia maupun di akhirat. Sosialisasi ini bisa dilakukan melalui khutbah jumat, ceramah, kultum/taushiah ba’da shalat wajib, dialog interaktif, seminar, spanduk/baleho maupun lewat tulisan di buku, surat kabar, buletin dan sebagainya.
 
Kesembilan, perlunya peran masyarakat. Masyarakat diharapkan pro aktif dalam mengawasi gerik-gerik ajaran sesat. Bila ada hal yang mencurigakan, masyarakat diharapkan untuk melapor kepada pihak berwenang (kepolisian atau MUI/MPU) tanpa mengambil tindakan main hakim sendiri atau anarkis. Ulama dan para ustaz diharapkan turun ketengah masyarakat untuk menjadi bentang pertahanan aqidah ummat dari pengaruh ajaran sesat.
 
Kesepuluh, perlunya peran pemerintah dalam mengawasi ajaran sesat  dan menindak pelakunya dengan sanksi yang tegas, baik pengikutnya maupun penyebarnya. Oleh karena itu, pemerintah mesti membuat suatu aturan atau qanun mengenai hal ini. Aturan ini mesti disertai dengan sanksi yang tegas, sehingga memberi efek pembelajaran. Selain itu, pemerintah harus menyediakan dana yang cukup untuk dakwah dan sosialisasi syariat Islam.
 
Sebenarnya, bahaya ajaran sesat ini bersifat laten sejak dulu. Oleh karena itu, penyelesaian masalah ajaran sesat ini tidak bisa parsial dan “hangat-hangat tahi ayam”.  Mengantisipasi ajaran sesat ini harus dengan langkah yang konprehensif dan mendasar, agar generasi berikutnya dapat diselamatkan. Allah Swt telah mengingatkan, “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa dan hendaklah mengucapkan perkataan yang benar”. (An-Nisa’: 9). Semoga kita selalu sadar dan waspada terhadap bahaya ajaran sesat..! Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar