Selamat Datang

Rabu, 28 November 2012

Pemuda Islam Tak Buang Waktu Dengan Mubazir


Ngomongin soal waktu sebenarnya udah sering banget dibahas ya? Sebab, setiap dari diri kita masing-masing pasti udah punya sistem management sendiri dalam mengatur kebiasaan hidup kita. Jadi sebenarnya kalo mau disamakan modelnya agak susah. Tapi yang terpenting dalam mengatur waktu adalah pastikan sesuai dengan tujuan dan tak ada waktu yang disia-siakan begitu saja. Sebab, waktu ini akan terus berjalan. Sang waktu nggak perlu minta ijin sama kita yang lagi bengong, main gaple, main gim, ngobrol nggak jelas, dan aktivitas miskin manfaat lainnya atau malah yang maksiat.


Waktu bakalan terus berlari meninggalkan kita yang aktif maupun yang nggak pernah bergerak sedikit pun. Sering tak terasa, waktu seminggu sangat cepat, itu kita tahu setelah kita melewatinya. Bagi kita yang melewatinya dengan banyak amal baik insya Allah menjadi tabungan pahala kita kelak. Tapi bagi kita yang melewati hari demi hari dalam seminggu itu hanya dengan bengong dan bertopang dagu saja, rasa-rasanya sangat rugi, apalagi kalo melakukan maksiat, ruginya berlipat-lipat.


Allah berfirman dalam al-Quran:
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasihat-menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran.” (QS al-‘Ashr [103]: 1-3)


Waktu tak akan kembali


Masih ingat nggak lagunya Raihan yang terinspirasi dari hadis Rasulullah saw. tentang waktu? Yup, gini nih penggalan syairnya: “Gunakan kesempatan yang masih diberi moga kita tak akan menyesal/Masa usia kita jangan disiakan, kerana ia tak ‘kan kembali/Ingat lima perkara sebelum lima perkara/sehat sebelum sakit/muda sebelum tua/kaya sebelum miskin/lapang sebelum sempit/hidup sebelum mati.”


Yup, benar banget. Waktu punya karakter nggak bisa dikembalikan. Terus aja berlalu nggak peduli sama kita. Apa pernah kepikiran kita ingin meng-UNDO seperti pada program komputer? Waktu nggak bisa dikembalikan seperti ketika kita main internet dengan cara mengklik tombol BACK agar bisa mengulangi mengeksekusi sebuah situs web misalnya. Nggak. Waktu itu boleh dibilang hanya sekali jadi. Itu sebabnya, tugas kitalah yang kudu pandai memilih dan memilah dalam memanfaatkan waktu.


Memang waktu adalah semacam ukuran yang kita sepakati bersama. 1 detik, 1 menit, 1 jam, 1 hari, 1 minggu, 1 bulan, 1 tahun, 1 windu, 1 dasawarsa, 1 abad, dan seterusnya. Itu adalah ukuran-ukuran untuk memudahkan kita mengerjakan segala urusan kita. Adanya batasan waktu adalah agar kita mau mengaturnya dengan baik. Percuma banget kan kalo kita udah dikasih jadwal, udah sepakat dengan waktu yang dibuat, ternyata kita melanggar sendiri kesepakatan tersebut dengan tidak mentaatinya sesuai urutan waktu dan target.


Kalo bicara untung-rugi, tentu bagi kita yang nggak bisa memenuhi semua aturan itu akan rugi karena bisa jadi malah nggak melakukan apa-apa selama waktu yang sudah ditentukan kecuali melakukan kesia-siaan saja yang memang bukan sesuatu yang seharusnya dilakukan.
Nah, pada saat inilah kita udah kehilangan banyak waktu. Tentu saja waktu tak akan pernah balik lagi ngasih kesempatan buat kita untuk melakukan yang telah kita tinggalkan tersebut. Yang bisa dilakukan kita paling banter adalah memperbaiki pada kesempatan berikutnya. Tapi tetap tidak mengubah kondisi balik ke belakang. Karena yang terjadi adalah kita memperbaiki pada waktu yang lain dan selama itu pula kita udah kehilangan banyak kesempatan. Aduh, nggak banget deh!


Nggak percaya? Bayangannya gini nih. Bagi kita yang nggak naik kelas tahun ini karena malas belajar, maka itu kondisi saat ini yang nggak bisa berubah. Tetep nggak naik kelas. Status kita tetap tinggal di kelas sementara teman yang lain udah di kelas berikutnya. Padahal itu terjadi dalam satu waktu, yakni pada kesempatan yang sama. Ya, sekarang ini. Kita insya Allah bisa naik kelas tapi itu terjadi nanti pada tahun depan. Beda kan? Jadi jangan main-main dengan waktu ya. Waktu nggak bakalan kembali lagi. Sekali jadi. So, jangan sampe kita merugikan diri kita sendiri gara-gara nggak bisa memanfaatkan waktu. Sumpah!


Guys, seringkali kita merasa bahwa waktu begitu cepat berlalu. Kayaknya singkat banget. Apa karena kita saking asyiknya menikmati hidup? Hmm.. bisa jadi itu emang faktor perasaan kita. Karena terlalu nikmat hidup di dunia. Tapi ingat juga lho, bahwa ada juga di antara teman kita yang sangat boleh jadi waktu berjalan sangat lambat. Misalnya, bagi orang yang berada di penjara, yang aktivitasnya nggak banyak dan muter di situ terus, waktu terasa berjalan lambat kayak keong.


Waktu yang berjalan terasa cepat selain menunjukkan betapa nikmatnya hidup di dunia, juga menunjukkan bahwa kita semangat menjalani hidup. Banyak kegiatan kita lakukan, banyak janji kita buat, banyak prestasi yang terus kita raih, sehingga tak ada waktu untuk melamun ngeliatin jam berputar. Karena justru kita seolah sedang berlari melangkahi hari-hari berpacu dengan putaran jarum jam atau hentakan detik penanda waktu digital. Barangkali ini yang membuat kita merasakan waktu berlalu begitu cepat.


Hikmahnya, jangan sia-siakan waktu yang terus berjalan cepat ini dengan kegiatan yang miskin manfaat, atau malah bertabur maksiat. Kita nggak bisa balik lagi ke waktu tersebut. Yang bisa adalah memperbaiki dan itu butuh waktu lagi. Sementara mereka yang taat mengatur waktu dengan baik, akan menuai hasil yang bagus pada waktu yang sama dengan yang kita gunakan untuk kegiatan percuma.


Oya, karakter waktu yang cukup unik lainnya adalah bahwa waktu geraknya berbanding lurus. Semakin banyak waktu yang disediakan untuk hidup kita, maka sebanyak itu pula waktu yang diberikan. Itu sebabnya, setiap orang yang berbeda usia nggak bisa balapan soal umur. Jatahnya udah jelas dan dikasih sama. Tapi tetap sesuai start saat memulai hidup di dunia. Nah, karena nggak bisa balapan soal umur, pernah ada anekdot ketika seorang pemuda yang hendak menikahi seorang gadis pujaannya yang berusia lebih muda 3 tahun darinya. Tapi ayah si gadis nggak setuju lalu memberi alasan: “Boleh kamu menikah dengan anak saya, tapi nanti saat umur kamu dan anak saya sama”. Gubrak!


Sobat, waktu terus berjalan seiring dengan bertambahnya usia kita. Itu sebabnya, kita nggak bisa minta ijin, misalnya mo cuti dulu dari bertambahnya usia ketika kita lagi tidur atau ngobrol dan main gim. Usia kita dari detik ke detik terus bertambah. Meskipun kita lagi nggak beraktivitas. Itu sebabnya, jangan mentang-mentang masih muda terus kita merasa masih banyak waktu untuk nanti. Sehingga merasa waktu tersebut harus kita habiskan untuk aktivitas yang kita sukai dan senangi saat ini namun dalam pandangan Islam miskin manfaat. Itu artinya kita menghamburkan kesempatan yang diberikan hanya untuk hal-hal yang remeh-temeh, gitu. Nggak banget deh. Sebab, seharusnya yang kita upayakan dalam setiap detik itu harus bernilai ibadah di hadapan Allah Swt. Setuju kan?


Memanfaatkan waktu


Waktu itu sebenarnya nggak bisa dijinakkan. Kalo kuda liar kita latih jadi baik insya Allah bisa. Tapi soal waktu, kita berbuat baik atau nggak, tetap aja jalan. Nggak peduli sama kita dan lurus-lurus saja. Nah, mungkin yang diperlukan itu adalah bagaimana kita memanfaatkan waktu dengan efektif.


Bagaimana caranya? Pertama, biasakan kita membuat agenda harian. Diurut prioritasnya dari yang sangat penting, kemudian penting, dan biasa. Misalnya sekolah/kuliah tentu menjadi prioritas utama, kemudian ke warnet, barangkali dianggap penting karena misalnya mencari bahan untuk tukul alias tugas kuliah, kemudian yang terkategori biasa misalnya pergi main ke rumah teman. Nah, utamakan yang sangat penting terlebih dahulu baru kemudian yang terakhir yang terkategori biasa.


Kedua, kita harus komitmen dengan apa yang udah kita buatkan jadwalnya. Karena kebiasaan banyak dari kita adalah menulis semua agenda, tapi nggak dikerjakan. Akhirnya malah keleleran. Ketiga, buat target. Ini penting. Apalagi jika yang akan dilakukan adalah “proyek besar” untuk masa depan kita. Jadi harus dibuat batasan waktunya, sehingga rencana yang sudah dibuat itu akan direalisasikan sesuai urutan waktu dan ukuran tahapan tingkat pencapaiannya. Jangan lupa, pastikan selalu ada evaluasi, agar dari waktu ke waktu lebih baik lagi.


Gimana kalo kita lagi malas ngapa-ngapain, apa malas bisa dikategorkan sebagai pembunuh kesempatan? Hmm… rasa malas itu saya pikir manusiawi kali ya. Soalnya semua orang kayaknya pasti pernah merasakan malas. Itu sebabnya, Rasulullah saw. juga mengajarkan doa agar kita meminta kepada Allah Swt. untuk dihilangkan dari penyakit malas. Maka, kalo pun rasa malas itu mendera kita, pastikan kita bisa mengendalikan diri.


Caranya? Jangan terlena dan jangan mengampuni diri sendiri bahwa rasa malasnya itu adalah manusiawi. Nggak gitu. Tapi cari akibatnya, mungkin malas karena capek, maka kita bisa atur waktu dan kegiatan lainnya supaya nggak kecapekan. Ketika malas ngapa-ngapain dan akhirnya malah main gim dengan tujuan untuk refreshing silakan saja. Tapi jangan keterusan. Ingat waktu terus berjalan meninggalkan kita. Kalo udah hilang penat dan stresnya segera berhenti main gim. Setelah itu, ya kembali kepada pekerjaan yang harus diselesaikan.


Oya, sekadar berbagi aja, kebiasaan saya dalam mengatur dan memanfaatkan waktu sejujurnya memang masih banyak kekurangannya. Tapi setidaknya saya berusaha menekan diri sendiri untuk terus komitmen pada setiap kegiatan yang waktunya sudah dialokasikan. Jadi saya biasanya membuat jadwal yang saya tulis di buku agenda, di ponsel saya, di organizer program komputer, atau di kertas styrofoam yang ditempel di dinding. Agenda harian, mingguan atau bulanan. Baik yang rutin maupun yang tertentu pas ada momen spesial aja. Untuk kegiatan menulis buku, saya biasanya pake target, sehingga ada alat ukur tingkat pencapaiannya. Itu aja sih yang biasa saya lakukan. Mungkin bisa menjadi inspirasi teman-teman yang sempat baca artikel ini.


Sobat, di dunia ini kita berpacu dengan waktu, maka tingkatkan kualitas perbuatan kita, syukur-syukur bisa lebih banyak kita lakukan. Tentu perbuatan yang benar dan baik sesuai tuntunan Allah dan RasulNya. Untuk apa? Ya, untuk masa depan kita di dunia dan di akhirat. Insya Allah. Sebab, jangan sampe umur kita habis, tapi kita banyak maksiatnya. Kematian itu nggak bisa kita ketahui kapan datangnya. Jadi, harap diingat, Malaikat Izrail nggak bakal kirim “pesan kematian” kepada kita melalui SMS dengan bunyi: “Maaf, masa aktif hidup Anda akan segera habis. Sudah terlalu banyak dosa Anda di buku catatan akhirat. Sehingga saldo iman berkurang. Segera isi ulang iman Anda sebelum nyawa Anda diblokir.” Hehehe.. kalo dikasih tahu gitu sih enak dong.


Yuk, mumpung masih diberikan waktu, kita manfaatkan untuk beramal baik. Kita sama-sama berusaha menjadi yang terbaik di hadapan Allah Swt. Keep istiqamah dan tetap semangat!

Rabu, 21 November 2012

Menjaga Lisan dari Mengutuk dan Melaknat

Kata laknat yang sudah menjadi bagian dari bahasa Indonesia memiliki dua makna dalam bahasa Arab yaitu bermakna mencerca, yang kedua bermakna pengusiran dan penjauhan dari rahmat Allah. Ucapan laknat ini mungkin terlalu sering kita dengar dari orang-orang di lingkungan kita dan sepertinya saling melaknat merupakan perkara yang biasa bagi sementara orang, padahal melaknat seorang Mukmin termasuk dosa besar. Tsabit bin Adl Dlahhak radhiallahu ‘anhu berkata :


“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda : ‘Siapa yang melaknat seorang Mukmin maka ia seperti membunuhnya.’ ” (HR. Bukhari dalam Shahihnya 10/464)


Ucapan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam : ((“Fahuwa Kaqatlihi”/Maka ia seperti membunuhnya)) dijelaskan oleh Al Hafidh Ibnu Hajar Al Asqalani rahimahullah dalam kitabnya Fathul Bari : “Karena jika ia melaknat seseorang maka seakan-akan ia mendoakan kejelekan bagi orang tersebut dengan kebinasaan.”Sebagian wanita begitu mudah melaknat orang yang ia benci bahkan orang yang sedang berpekara dengannya, sama saja apakah itu anaknya, suaminya, hewan atau selainnya.


Sangat tidak pantas bila ada seseorang yang mengaku dirinya Mukmin namun lisannya terlalu mudah untuk melaknat. Sebenarnya perangai jelek ini bukanlah milik seorang Mukmin, sebagaimana Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :


“Bukanlah seorang Mukmin itu seorang yang suka mencela, tidak pula seorang yang suka melaknat, bukan seorang yang keji dan kotor ucapannya.” (HR. Bukhari dalam Kitabnya Al Adabul Mufrad halaman 116 dari hadits Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu. Hadits ini disebutkan oleh Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi’i hafidhahullah dalam Kitabnya Ash Shahih Al Musnad 2/24)


Dan melaknat itu bukan pula sifatnya orang-orang yang jujur dalam keimanannya (shiddiq), karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda : “Tidak pantas bagi seorang shiddiq untuk menjadi seorang yang suka melaknat.” (HR. Muslim no. 2597)


Pada hari kiamat nanti, orang yang suka melaknat tidak akan dimasukkan dalam barisan para saksi yang mempersaksikan bahwa Rasul mereka telah menyampaikan risalah dan juga ia tidak dapat memberi syafaat di sisi Allah guna memintakan ampunan bagi seorang hamba. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda : “Orang yang suka melaknat itu bukanlah orang yang dapat memberi syafaat dan tidak pula menjadi saksi pada hari kiamat.” (HR. Muslim dalam Shahihnya no. 2598 dari Abi Darda radhiallahu ‘anhu)


Perangai yang buruk ini sangat besar bahayanya bagi pelakunya sendiri. Bila ia melaknat seseorang, sementara orang yang dilaknat itu tidak pantas untuk dilaknat maka laknat itu kembali kepadanya sebagai orang yang mengucapkan.


Imam Abu Daud rahimahullah meriwayatkan dari hadits Abu Darda radhiallahu ‘anhu bahwasannya Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda : “Apabila seorang hamba melaknat sesuatu maka laknat tersebut naik ke langit, lalu tertutuplah pintu-pintu langit. Kemudian laknat itu turun ke bumi lalu ia mengambil ke kanan dan ke kiri. Apabila ia tidak mendapatkan kelapangan, maka ia kembali kepada orang yang dilaknat jika memang berhak mendapatkan laknat dan jika tidak ia kembali kepada orang yang mengucapkannya.”


Kata Al Hafidh Ibnu Hajar hafidhahullah tentang hadits ini : “Sanadnya jayyid (bagus). Hadits ini memiliki syahid dari hadits Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu dengan sanad yang hasan. Juga memiliki syahid lain yang dikeluarkan oleh Abu Daud dan Tirmidzi dari hadits Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma. Para perawinya adalah orang-orang kepercayaan (tsiqah), akan tetapi haditsnya mursal.”


Ada beberapa hal yang dikecualikan dalam larangan melaknat ini yakni kita boleh melaknat para pelaku maksiat dari kalangan Muslimin namun tidak secara ta’yin (menunjuk langsung dengan menyebut nama atau pelakunya). Tetapi laknat itu ditujukan secara umum, misal kita katakan : “Semoga Allah melaknat para pembegal jalanan itu… .”


Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam sendiri telah melaknat wanita yang menyambung rambut dan wanita yang minta disambungkan rambutnya.


Beliau juga melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki dan masih banyak lagi. Berikut ini kami sebutkan beberapa haditsnya : “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam melaknat wanita yang menyambung rambutnya (dengan rambut palsu/konde) dan wanita yang minta disambungkan rambutnya.” (HR. Bukhari dan Muslim dalam Shahih keduanya)


Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam mengabarkan :


“Allah melaknat wanita yang membuat tato, wanita yang minta dibuatkan tato, wanita yang mencabut alisnya, wanita yang minta dicabutkan alisnya, dan melaknat wanita yang mengikir giginya untuk tujuan memperindahnya, wanita yang merubah ciptaan Allah Azza wa Jalla.” (HR. Bukhari dan Muslim dari shahabat Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu)


“Allah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR. Bukhari dalam Shahihnya)


Dibolehkan juga melaknat orang kafir yang sudah meninggal dengan menyebut namanya untuk menerangkan keadaannya kepada manusia dan untuk maslahat syar’iyah. Adapun jika tidak ada maslahat syar’iyah maka tidak boleh karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda : “Janganlah kalian mencaci orang-orang yang telah meninggal karena mereka telah sampai/menemui (balasan dari) apa yang dulunya mereka perbuat.” (HR. Bukhari dalam Shahihnya dari hadits ‘Aisyah radhiallahu ‘anha)


Setelah kita mengetahui buruknya perangai ini dan ancaman serta bahayanya yang bakal diterima oleh pengucapnya, maka hendaklah kita bertakwa kepada Allah Ta’ala. Janganlah kita membiasakan lisan kita untuk melaknat karena kebencian dan ketidaksenangan pada seseorang. Kita bertakwa kepada Allah Ta’ala dengan menjaga dan membersihkan lisan kita dari ucapan yang tidak pantas dan kita basahi selalu dengan kalimat thayyibah. Wallahu a’lam bis shawwab.

Rabu, 14 November 2012

Islam Jalan Penuh Cinta

 
 
Semua agama di dunia menyeru kedamaian. Begitu pula dengan Islam. Islam adalah agama yang cinta damai. Islam sangat mengutuk segala bentuk kekerasan yang bisa mengancam keselamatan umat. Allah berfirman, “Dan tidaklah Kami mengutus kamu melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al-Anbiyaa’: 107).


Jadi salah besar kalau seandainya ada orang yang mencaci dan menuding agama islam, seperti contoh mereka mengatakan islam itu berkembang karena mengedepankan kekerasan seperti acung pedang atau perang. Karena ketika mereka membaca sejarah, mereka menemukan banyak peperangan yang terjadi sepanjang sejarah islam.
Kalau seandainya tudingan itu berasal dari orang-orang non islam, sebenarnya kita tidak perlu merasa kaget. Karena sudah jelas mereka musuh kita. Sebagai mana yang tertera dalam firman Allah Swt “ dan tidak akan pernah senang orang yahudi dan nasrani itu kepadamu ummat islam sebelum kamu mau mengikuti millah mereka”.

Mereka akan melihat agama kita dengan memakai kaca mata hitam, jadi semua yang mereka lihat tentang agama kita akan kelihatan hitam, walupun sebenarnya putih. Begitu juga sebaliknya, mereka akan melihat agama mereka dengan kaca mata putih, jadi setiap yg mereka lihat akan kelihatan putih walaupun sebenarnya hitam.
Namun belakangan ini, predikat damai yang melekat dalam Islam sedikit terganggu. Bahkan telah tercoreng dengan adanya terorisme yang mengatasnamakan islam dalam aksinya. Aksi-aksi pengeboman menjadi berita internasional sebab menimbulkan korban yang tidak sedikit jumlahnya. Dalam aksi tersebut, dengan terbuka para pelaku terror mengaku amalan pengeboman itu dilegalkan oleh Al-Quran dan Hadist. Mereka menganggap apa yang mereka lakukan adalah jihad fi’sabilillah. Jelasnya, menurut mereka, membunuh non-muslim adalah bentuk jihad yang diwajibkan oleh Allah.


Bentuk teror tersebut kian memperkuat stigma bahwa Islam dan terorisme adalah dua hal yang saling berkaitan atau saling melengkapi. Tidak hanya itu, sebagian kalangan menilai Islam adalah agama yang cinta kekerasan. Kita sebagai muslim secara tak langsung boleh jadi dinilai sebagai muslim yang gemar melakukan tindak kekerasan atau terror.


Sedikit inspirasi dari sebuah film yang memaparkan tragedi 11 september di Amerika Serikat film “My Name is Khan, and I am not a terrorist” yang di bintangi oleh Shah Rukh Khan (Risvan Khan) dan Kajol (Mandira). Crita ini di mulai dari Risvan Khan datang ke Amerika untuk menemui saudaranya dan bekerja disana. Sejak lahir ia menderita Asperger Syndrome, salah satu bagian autis yang mengakibatkan ganggunan untuk berinteraksi social. Dengan bantuan saudaranya tersebut, akhirnya dia dapat diterima di perusahaan kosmetik. Mandira merupakan sosok wanita hindu India yang dapat berkarir cukup bagus di negeri paman Sam. Dia membuka sebuah salon kecantikan di pusat kota San Fransisco. Mandira sudah bercerai dengan suaminya dan memiliki seorang anak bernama Sameer. Sebuah kebetulan akhirnya mempertemukan Khan dan Mandira ketika Khan menawarkan produk-produk kecantikanya kepada salon Mandira. Cerita pun berlanjut akhirnya mereka menikah dan hidup bahagia.


Alur cerita berjalan cukup lambat dan membosankan tipikal film India dengan nyanyian dan tarianya yang khas. Alur berubah ketika mencapai pertengahan film dan memasuki inti cerita. Adalah peristiwa 11 September yang kemudian memunculkan stigma anti Islam di seluruh penjuru Amerika. Pria berjenggot panjang ditangkap dan kemudian dipukuli, sementara yang lainnya memilih mencukur habis jenggotnya untuk menyamarkan identitas kemuslimannya. Seorang wanita rela melepas jilbabnya agar dapat terus bekerja. Hal senada juga melanda kelurga kecil Khan dan Mandira. Sameer Khan, anak mereka yang telah tumbuh remaja dihina, dan kemudian dipukuli hingga meninggal. Peristiwa tragis ini membuat Mandira menyalahkan Khan karena telah menikahinya dan menambahkan embel-embel Khan dibelakang nama Sameer. Akhirnya Khan meninggalkan rumah dan berjanji tidak akan pulang sampai ia berhasil menemui presiden Amerika dan berkata bahwa ia seorang muslim tapi bukan teroris.


Pada titik ini, film mulai berjalan menarik dan enak untuk diikuti. Cerita ketika Khan berkali-kali berupaya menemui George Bush digambarkan oleh sutradara dengan sangat baik. Dalam perjalanannya melanglang buana, Khan sempat tinggal selama beberapa hari di sebuah kampung negro-kristen di Georgia. Perjalanannya berlanjut dan pada suatu kesempatan ketika ada iring-iringan mobil George Bush, Khan nekat berteriak: “My Name is Kan, and I’m not a terrorist!”. Kontan teriakan “terrorist” ini membuat ia menjadi pusat perhatian kamera dan pasukan pengamanan presiden. Khan akhirnya ditangkap, disiksa, diinterogasi dan dijebloskan ke penjara. Untungnya ada satu kantor berita muslim yang simpatik dengan Khan dan menuliskan bahwa ia sebenarnya tidak bersalah. Berita seputar Khan ini sampai juga ke telinga Mandira yang kemudian menolong Khan dan membebaskanya dari penjara.
Badai Katrina yang melanda Georgia menggerakkan Khan untuk menolong para korban, padahal bantuan dari pemerintah saja belum mencapai wilayah itu. Ia menolong para korban di rumah sakit, memperbaiki gereja, dan membantu pembangunan kembali daerah itu. Aksinya diliput oleh wartawan yang simpatik tadi. Akhirnya tindakan heroic ini diliput dan dibahas secara luas di media-media terkemuka di Amerika. Dalam sekejap Risvan Khan menjadi newsmaker.

Film ini mencapai klimaks ketika akhirnya Khan berhasil menemui Barack Obama, presiden Amerika yang baru dan menyampaikan pesan “My Name is Khan and I’m not a terrorist” ini sampai secara langsung ke telinga presiden Amerika.

Dari film tersebut banyak kaum muslim yang terfitnah dan teraniaya hanya karena ulah terorismu yang mengatasnamakan islam. bukti-bukti lain bahwa islam itu agama cinta damai dan jauh dari kekerasan karena islam merupakan agama yang dibawa oleh nabi MuhammadSAW sebagai rohmatal lil’alamin. Jangankan manusia seluruh alam pun mendapat rahmat dengan kedahadiran islam. Contoh islam melarang kita jangan buang air dilubang semut. Dan ada lagi dalam riwayat lain melarang kita menjadikan keledai sebagai kursi, maksudnya jangan biarkan gerobak atau barang terus menerus dipundak keledai karena ini sangat memberatkan baginya. Kemudian didalam hadist yang lain nabi Saw. Mengatakan “apa bila kamu hendak menyembelih maka tajamkanlah pisaunya. Agar hewan tersebut tidak tersiksa”. Dari riwayat tersebut sudah jelas bagi kita bahwa islam datang sebagai rohmatal lil’alamin. Hewan saja mendapat rahmat dengan kedatangan islam apalagi manusia. Jadi ini bukti pertama bahwa islam agama cinta damai bukan mengedepankan kekerasan.

Ada riwayat lain ketika nabi Muhammad SAW dimandikan dengan air ludah setiap kali melewati daerah itu, namun suatu hari nabi lewat ditempat itu kembali, nabi tidak menemukan air ludah yang jatuh dari atas, kemudian Nabi bertanya-tanya kemana orang yang biasa meludahi saya?, Ternyata nabi dapat kabar orang tersebut sedang sakit. Kemudian nabi datang dengan membawa buah-buahan untuk mengunjungi orang tersebut. Dan akhirnya orang tersebut masuk islam dengan melihat akhlak nabi yang sangat mulia.
Subhanallah…. begitu mulianya Nabi Muhammad Saw. Tidak pernah melakukan kekerasan bahkan dengan musuhnya sendiri. Hal ini sudah cukup membuktikan bahwa islam adalah agama rohmatallil’alamin, atau agama cinta damai yang jauh dari kekerasan dan kezhaliman.

Terus benarkah Islam mengajarkan tindak terorisme?

Allah berfirman:
Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus. (Al-Maaidah: 15-16)

Ayat ini menegaskan bahwa Allah SWT melalui Nabi Muhammad saw menghendaki manusia untuk selalu menuju jalan keselamatan yakni dengan dikeluarkannya mereka yang diibaratkan dalam kondisi gelap gulita yang kemudian bercahaya, sehingga dapat memilih jalan lurus. Dalam surat Ali Imran juga diterangkan:
Sungguh Allah telah memberi kenikmatan kepada orang-orang mukmin ketika Allah mengutus di kalangan mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (QS. Ali Imran: 164)

Terror yang mempunyai makna sebagai tindakan sewenang-wenang, keji, buruk dan merugikan pihak lain juga terjadi pada masa jahiliyah sebagaimana yang diterangkan dalam surat Ali Imran ayat 103:
Dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu, ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara … (QS. Ali Imran 103)

ayat tersebut dengan gamblang menjelaskan bahwa permusuhan adalah bentuk perilaku yang tidak disukai Allah. Terlebih, permusuhan yang terjadi antara umat seagama, beragama, dan sebangsa. Maka Allah dengan kemahakuasaan-Nya memberi nikmat kepada manusia untuk selalu bersatu.
Islam sama sekali tidak merestui permusuhan maupun tindakan-tindakan yang dapat merugikan orang lain. Ini juga yang senantiasa dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw.
Maka disebabkan rahmat dari Allah lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. (QS. Ali Imran: 159)
Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. (QS. At-Taubah: 128)

Ayat tersebut menjelaskan bahwa Nabi Muhammad saw memiliki sifat lemah-lembut terhadap siapa saja. Baik itu yang seagama, segolongan maupun yang tidak. Karenanya, manakala terjadi permusuhan yang mengakibatkan penderitaan rakyat, beliau merasa iba. Untuk itu beliau tak henti-hentinya menyeru kepada umat untuk selalu berbelas kasih.
Dari ‘Aisyah istri Nabi SAW, bahwasanya Rasulullah saw bersabda, “Hai ‘Aisyah, sesungguhnya Allah itu Maha Kasih Sayang dan senang kepada kasih sayang, dan Dia memberi (kebaikan) pada kasih sayang itu apa-apa yang Dia tidak berikan kepada kekerasan, dan tidak pula Dia berikan kepada apapun selainnya”. (HR. Muslim)

Kejahatan dan perbuatan jahat, keduanya sama sekali bukan ajaran Islam. Dan orang yang paling baik Islamnya ialah yang paling baik akhlaqnya. (HR. Ahmad)
Dan apabila Allah mencintai seorang hamba, Allah memberinya kasih sayang (kelemah-lembutan). Dan tidaklah suatu keluarga yang terhalang dari kasih sayang, melainkan mereka terhalang pula dari kebaikan. (HR. Thabrani)

Dalam suatu riwayat dijelaskan bahwa ada seorang Arab badui kencing di masjid, lalu orang-orang marah, dan akan memukul sebagai hukuman. Kemudian melihat kemarahan para shahabat tersebut, beliau bersabda : “Biarkanlah dia, dan siramlah pada bekas kencingnya itu seember atau setimba air, karena sesungguhnya kamu sekalian diutus untuk memberi kemudahan bukan diutus untuk membuat kesukaran/kesusahan”. (HR. Bukhari)

Dalam sabdanya yang lain, dari Anas, dari Nabi saw beliau bersabda, “Permudahlah dan jangan mempersulit. Dan gembirakanlah dan jangan kalian membuat manusia lari”. (HR. Bukhari)
Beberapa hadis dan ayat di atas menunjukan bagaimana Islam yang direpresentasikan oleh Nabi Muhammad saw sangat mencintai kedamaian dalam hidup. Nabi Muhammad senantiasa menyeru kepada umatnya untuk selalu berkasih sayang.
Bahkan dalam suatu riwayat dijelaskan bahwa dalam peperangan pun Nabi saw berpesan kepada para sahabat. Sabda beliau: “Hai manusia, janganlah kamu menginginkan bertemu dengan musuh, dan mohonlah kepada Allah agar kalian terlepas dari marabahaya. Apabila kalian bertemu dengan musuh, maka bersabarlah dalam menghadapi mereka, dan ketahuilah bahwasanya surga itu dibawah bayangan pedang”. (HR. Muslim)

Berdasarkan ayat dan hadis yang sudah dijabarkan di atas maupun dilihat dari pembahasaan, sangat jelas Islam tidak ada sangkut pautnya dengan bentuk tindakan kekerasan atau teror. Adapun tindakan teror yang mengatasnamakan Islam merupakan hal yang keliru dan salah. Tindakan tersebut hanyalah bentuk dari kedunguan manusia bodoh dalam memahami Islam ataupun pihak lain yang ingin memecah belah umat islam dari kerukunan antar umat beragama.

Wallahu a’lam. Wa ilaihitur jau’l umur.
Semoga bermanfaat

Rabu, 07 November 2012

Arti Sebuah Perbedaan


 


Saat mengendarai sepeda motor sepulang kerja, di depan saya ada sebuah mobil sedan. Karena jalanan cukup sempit saya nggak bisa menyalipnya dengan mudah. Apalagi dari arah berlawanan sering ada mobil juga. Setiap kali direm, di bagian belakang mobil sedan itu, di balik kaca belakangnya, ada tulisan teks berjalan dengan warna merah yang membuat saya harus berpikir keras untuk menyerap maknanya. Kalimat itu tertulis: Jangan berani untuk sama.



Jangan berani untuk sama? Ya, ada baiknya juga memang kalimat tersebut, meski kalimat itu menurut saya sangat bersayap alias bisa berarti banyak. Tergantung siapa yang menerjemahkannya dan untuk menjelaskan beragam maksud. Tentu sesuai pula dengan persepsi masing-masing orang. Itulah sebabnya kalimat tersebut saya nilai sebagai kalimat bersayap.


Kalimat Jangan berani untuk sama, bisa berarti bahwa kita nggak perlu minder untuk berbeda dengan yang lain. Bahkan perbedaan itu sangat boleh jadi justru sebuah keberanian. Tentu, kalo untuk sesuatu yang sama, nggak usah (terlalu) berani. Begitu kira-kira. Sebuah pilihan yang mungkin saja sudah dipertimbangkan sangat matang. Nggak asal aja.


Misalnya nih, kalo ada temen yang punya hobi mantengin info olahraga sepakbola mancanegara (dari mulai baca sampe nonton setiap pertandingannya di televisi), ya kita nggak perlu harus merasa sama dengan hobi temen kita itu. Apalagi jika kita nggak terlalu suka dengan segala hal yang berkaitan dengan sepakbola. Tapi, karena ingin dianggap gaul soal sepakbola dan supaya diterima dalam komunitas itu, akhirnya kita memberanikan diri untuk punya hobi yang sama. Hmm.. itu salah besar karena nggak mau jujur sama diri sendiri. Betul nggak sih? Meski tentu saja, dalam hal ini, kalo pun pengen sama hobinya dengan teman kita itu, silakan saja. Mubah aja kok.


Persamaan dan perbedaan


Sobat muda muslim, persamaan dan perbedaan itu memang bisa berarti banyak dan bisa banyak persepsi. Itu sebabnya, kita preteli dikit-dikit, pilah-pilah supaya bisa menentukan sikap. Nggak asal beda aja, atau nggak cuma merasa sama dengan yang lain. Setuju kan?
Nah, kalo kita syarah (dianalisis dan diperjelas) lagi, insya Allah kita bisa nentuin sikap. Misalnya tentang keputusan kita memilih menjadi aktivis rohis. Tentunya kita memilih berbeda dengan kebanyakan teman lain yang justru saat itu lebih cenderung gabung di klub ekskul olahrga, tari, pecinta alam, atau kegiatan lainnya. Berbeda dari teman lain dengan menjadi aktivis rohis, tentunya ini adalah sebuah keberanian. Iya kan? Berani untuk beda dengan teman yang biasa aja, dan berani untuk sama dengan aktivis rohis.


Lalu bagaimana dengan teman kita yang justru ingin berbeda dari komunitas anak rohis? Ia nggak berani untuk sama dengan anak rohis. Tapi berani untuk berbeda dari anak rohis dengan menjadi anak gaul yang hobinya dugem dan gaul bebas dengan lawan jenis. Baginya, menjadi aktivis dugem dan gaul bebas adalah sebuah keberanian untuk tidak sama dengan anak rohis.
Memang sih itu pasti bergantung sudut pandang. Maka, sebuah standar wajib dimiliki. Supaya nggak semua orang bisa mengklaim bahwa dirinya benar. Boleh aja sih merasa dirinya benar, tapi harus bisa buktiin dengan kuat kalo dirinya tuh benar.


Lha, kalo yang kayak gini gimana jadinya? Hmm.. itu sebabnya, menurut saya kalimat itu disebut bersayap alias banyak arti tergantung persepsi orang yang menerjemahkannya. Waduh, gimana urusannya dong? Mana yang benar dan mana yang salah? Kapan boleh berbeda dan kapan seharusnya sama?


Tenang sobat, nggak usah keburu bingung atau stres. Ini justru menurut saya adalah bagian dari kelemahan kita sebagai manusia. Dengan demikian, kita memang nggak bisa menentukan sesuatu itu benar atau salah sesuka hati, pikiran, atau perasaan kita (termasuk hawa nafsu kita). Bahaya. Karena apa? Karena bisa jadi banyak persepsi. Singkatnya, kita perlu standar yang mengatur batasan-batasan tersebut. Ya, kudu ada ukuran yang fixed. Nggak bisa sembarangan.

Inilah barangkali alasan kenapa ukuran panjang satu meter pun sudah ditetapkan secara internasional. Alat pengukur lain harus dikalibrasi?  (diuji, dicocokan) dengan standar yang dibuat. Supaya ada kesamaan dan kejelasan penilaian. Bayangin deh kalo untuk sebuah ukuran saja harus ada sekian ukuran yang ditentukan sesuai selera masing-masing, kita pasti bingung pilih yang mana. Iya kan? Misalnya aja ukuran panjang sedepa itu diukur lewat panjang rentangan dua tangan tiap orang yang beda-beda. Kalo kemudian masing-masing orang meyakini sesuai pengukurannya, kita pusing. Karena setiap ukuran panjangnya jadi sesuai ukuran rentangan tangan masing-masing. Padahal, orang yang tinggi dengan yang pendek pasti beda ukuran rentang tangannya. Betul apa bener?


Boleh beda, tapi ada saatnya wajib sama


Sobat muda muslim, saya menulis artikel ini dengan judul, arti sebuah perbedaan tentu bukan tanpa alasan, lho. Begini nih penjelasannya. Berbeda boleh saja kok. Asal, itu dalam sebuah koridor yang dibolehkan untuk berbeda. Misalnya, untuk selera makan, ya nggak bisa disamain tiap orang. Rasa suka kepada lawan jenis juga nggak bisa disamain untuk semua orang. Warna baju juga boleh berbeda kok. Termasuk boleh juga berbeda pendapat dalam masalah furuiyah (cabang). Misalnya, kita nggak bisa maksa orang untuk melakukan sholat shubuh dengan melakukan qunut atau tidak. Karena kedua pendapat itu masing-masing memiliki dalil. Untuk kasus ini nggak perlu ributlah. Nggak perlu mengklaim salah satu benar dan satunya pasti salah. Karena yang seharusnya disalahkan adalah yang nggak sholat shubuh. Seharusnya kedua belah pihak bersatu padu untuk menyadarkan yang masih belum mau sholat shubuh. Tul nggak seh?


Bagaimana dengan yang tidak boleh berbeda (dan itu harus sama), dalam masalah apa aja? Nah, menurut saya di sini berlaku pernyataan bahwa bagi yang mau sama, dapet gelar berani. Misal, sebagai muslim kita wajib menjadikan Islam sebagai the way of life kita. Bukan agama lain, atau kepercayaan lain (termasuk ideologi lain) untuk menuntun hidup kita. Ya, cuma Islam. Di sinilah kita wajib sama dan kudu berani untuk sama. Karena kesamaan ini jelas ada dalilnya. Ketika kita sudah menyatakan sebagai muslim, maka seluruh kehidupan kita harus rela diatur oleh Islam. Bukan yang lain.
Lho kok Islam sih? Ya iyalah, memangnya mau aturan yang mana? Apakah kepala sekolahmu nggak marah dan murka kalo sekolah di sekolahnya, tapi kamu malah milih aturan sekolah lain, atau setidaknya nggak percaya dengan aturan di sekolahmu sendiri. Adil nggak sih? Begitu juga dengan Islam. Kalo udah menyatakan masuk Islam, berarti kudu setia diatur sama Islam. Iya ndak?
Allah Swt. berfirman, Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan..QS al-Baqarah [2]: 208) (


Dalam menafsirkan ayat ini, Imam Ibnu Katsir menyatakan: Allah Swt. telah memerintahkan hamba-hambaNya yang mukmin dan mempercayai RasulNya agar mengadopsi sistem keyakinan Islam (akidah) dan syariat Islam, mengerjakan seluruh perintahNya dan meninggalkan seluruh laranganNya selagi mereka mampu.


(Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir I/247)
Imam an-Nasafiy?  menyatakan bahwa, ayat ini merupakan perintah untuk senantiasa berserah diri dan taat kepada Allah Swt. atau Islam (Imam an-Nasafiy, Madaarik al-Tanzil wa Haqaaiq al-Tawiil, I/112).

Imam Qurthubiy menjelaskan bahwa, lafadz kaaffah merupakan haal dari dlamiir muminiin. Makna kaaffah adalah jamiian. (Imam Qurthubiy, Tafsir Qurthubiy, III/18)


Diriwayatkan dari Ikrimah bahwa, ayat ini diturunkan pada kasus Tsalabah, Abdullah bin Salam, dan beberapa orang Yahudi. Mereka mengajukan permintaan kepada Rasulullah saw. agar diberi ijin merayakan hari Sabtu sebagai hari raya mereka (padahal mereka sudah masuk Islam). Selanjutnya, permintaan ini dijawab oleh ayat tersebut di atas.


Terus nih, Imam Thabariy juga menyatakan: Ayat di atas merupakan?  perintah kepada?  orang-orang beriman untuk menolak selain hukum Islam; perintah untuk menjalankan syariat Islam secara menyeluruh; dan larangan mengingkari satu pun hukum yang merupakan bagian dari hukum Islam (Imam Thabariy, Tafsir Thabariy, II/337)


Ini artinya, kita nggak boleh menawar-nawar lagi untuk melakukan ibadah yang bukan berasal dari Islam. Misalnya aja, bagi seorang mualaf, karena dulunya setiap minggu ke gereja untuk kebaktian, maka setelah masuk Islam udah nggak boleh lagi tuh ikutan kebaktian di gereja. Karena emang udah bukan lagi ajaran dari Islam. Sebaliknya wajib taat sama Islam.


Sobat muda muslim, dengan ayat ini, berarti kita kudu total dalam memeluk Islam. Nggak boleh belang-belang. Nggak boleh setengah-setengah. Jangan sampe berbagai aturan kita pake untuk ngatur hidup kita, padahal kita muslim. Itu namanya malapraktek. Kita ngakunya muslim, tapi nyuri barang orang lain jadi hobi kita. Kita bilang ke mana-mana bahwa kita aktivis rohis, ternyata kita malah melakukan pacaran. Ortu kita rajin ngajinya, tapi yang diulik bukan al-Quran, melainkan primbon Jawa atau ajaran sekularisme. Lha, ini jelas salah prosedur, guys!


Di sinilah kita harus berani untuk sama. Nggak boleh nekat berbeda. Allah kembali menjelaskan dalam firmanNya, Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan RasulNya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata (QS al-Ahzab [33]: 36)

Sebagai kesimpulan, bahwa arti sebuah perbedaan itu kudu jelas batasannya. Ada saatnya kita boleh berbeda, tapi ada saatnya kita harus sama. Tapi standar boleh dan tidaknya kita berbeda atau sama itu hanya aturan Islam. Ya, itu karena kita sebagai seorang muslim.


Guys, jangan sampe kita berani untuk beda, tapi ternyata bedanya kita itu malah dibenci dalam ajaran Islam. Karena apa? Karena perbedaan yang kita kampanyekan justru melanggar ajaran Islam. Misalnya, kita sebagai muslim berani beda dengan cara mengkampanyekan pentingnya demokrasi dan sekularisme sebagai the way of life kita. Atau, kita menganggap bahwa Islam nggak boleh diterapkan sebagai ideologi negara. Wah, itu sih namanya perbedaan yang tak pantas disandang dan bahkan mencoreng kepribadian kita sebagai Muslim. Bukan pahala yang didapat, tapi dosa. Ati-ati ya Bro! Yuk, kita berani sama menjadi seorang muslim yang taat dan pejuang Islam. Itu baru oke!