Selamat Datang

Sabtu, 31 Maret 2012

Cinta Islam dan Cinta Negeriku

Sedih rasanya melihat dua bangsa berseteru, saling membanggakan diri dan mencaci yang lain, bahkan ada yang menyuarakan peperangan, padahal keduanya adalah negeri kaum muslimin. Lebih miris lagi, perseteruan ini didasari oleh hal-hal yang tidak diridhai oleh Allah dan Rasul-Nya. Jika demikian adanya, bagaimana mungkin umat Islam menjadi kuat dan kokoh?
 
Konsep Cinta dan Benci Dalam Islam
 
Dalam Islam dikenal konsep Wala wal Bara’ (cinta dan benci) yang merupakan konsekuensi dari iman yang benar. Inti ajaran Islam adalah mengajak ummat manusia untuk beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala semata. Konsekuensinya, seorang mukmin akan mencintai segala bentuk peribadatan dan ketaatan kepada Allah semata dan mencintai orang-orang yang melakukan demikian.
 
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa sallam juga bersabda: “Orang yang mencintai sesuatu karena Allah, membenci sesuatu karena Allah, memberi karena Allah, melarang sesuatu karena Allah, imannya telah sempurna” (HR. Abu Daud no. 4681, di-shahih-kan Al Albani dalam Shahih Sunan Abi Daud)
 
Konsekuensi lain adalah kebalikan dari itu, seorang mukmin akan membenci segala bentuk penyembahan kepada selain Allah dan maksiat, serta membenci orang-orang yang melakukan demikian. Sebagaimana firman Allah Ta’ala (yang artinya): “Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka” (QS. Al-Mujadalah: 22)
 
Ringkasnya, seorang mukmin sejati mencintai orang-orang yang menyembah Allah Ta’ala semata dan melakukan ketaatan kepada-Nya, baik ia berbeda suku, berbeda negara, berbeda warna kulit, berbeda bahasa, berbeda martabat. Dan seorang mukmin dalam hatinya memiliki rasa benci kepada orang yang menyembah kepada selain Allah dan membenci orang yang banyak melakukan maksiat, meskipun ia satu negara, meskipun ia satu bahasa, sama warna kulitnya, meskipun ia teman sepermainan, meskipun ia adalah orang tuanya, anaknya,atau keluarganya. Inilah konsep cinta dan benci dalam Islam.
 
Cinta dan Benci Orang Jahiliyah
 
Masa Jahiliyyah adalah masa sebelum di utusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam. Dan pada saat itu dunia diliputi kebodohan terhadap agama, kesesatan, penyimpangan dan kemusyrikan (Lihat Syarh Masa’il Jahiliyyah (8), Syaikh Shalih Fauzan Al Fauzan). Oleh karena itu Allah Ta’ala banyak mencap buruk orang-orang pada masa Jahiliyyah dalam Al Qur’an Al Karim. Misalnya firman Allah Ta’ala (yang artinya): “(Wahai kaum wanita), hendaklah kalian tetap di rumah kalian dan janganlah kalian ber-tabarruj sebagaimana orang-orang Jahiliyah yang terdahulu” (QS. Al Ahdzab: 33). Sehingga Islam melarang ummat-Nya berperilaku sebagaimana perilaku orang-orang Jahiliyyah secara umum.
 
Lalu bagaimanakah konsep cinta dan benci yang diterapkan orang-orang Jahiliyyah? Cinta dan benci mereka dibangun atas dasar kesamaan suku dan bangsa. Ketika dua suku berseteru, mereka membenci orang-orang yang masih satu suku bangsa dan membenci orang-orang yang berbeda suku bangsa. Sebagaimana diceritakan sebuah hadits:
 
Suatu ketika di Gaza, (dalam sebuah pasukan) ada seorang dari suku Muhajirin mendorong seorang lelaki dari suku Anshar. Orang Anshar tadi pun berteriak: ‘Wahai orang Anshar (ayo berpihak padaku)’. Orang Muhajirin tersebut pun berteriak: ‘Wahai orang Muhajirin (ayo berpihak padaku)’. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pun mendengar kejadian tersebut, beliau bersabda: ‘Pada diri kalian masih terdapat seruan-seruan Jahiliyyah’. Mereka berkata: ‘Wahai Rasulullah, seorang muhajirin telah mendorong seorang dari suku Anshar’. Beliau bersabda: ‘Tinggalkan sikap yang demikian, karena yang demikian adalah perbuatan busuk’ ” (HR. Al Bukhari no.4905)
 
Perhatikan dengan baik hadits yang mulia ini. Muhajirin dan Anshar adalah dua kaum yang mulia yang dipuji oleh Allah Ta’ala. Namun tatkala mereka menyerukan fanatisme kesukuan, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menyatakan bahwa sikap tersebut adalah perangai Jahiliyah, bahkan beliau melaknat perbuatan tersebut. Bagaimana lagi dengan kita?
 
Jangan Berpecah Belah
 
Perpecahan umat Islam adalah sesuatu yang tercela dalam Islam. Allah Ta’ala berfirman: “Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat” (QS. Al Imran: 104). Dan sebaliknya, Islam memerintahkan ummat-Nya untuk bersatu-padu. Dan perintah untuk bersatu ini ditujukan kepada setiap Muslim di seluruh dunia, tidak hanya antar ummat Muslim di satu negara saja. Allah Ta’ala berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai” (QS. Al Imran: 102-103)
 
Dalam ayat di atas, jelas sekali bahwa perintah untuk bersatu ditujukan untuk setiap Muslim, bukan hanya muslim yang sebangsa saja. Oleh karena itu, perselisihan antar umat Islam baik yang satu negara ataupun berbeda negara adalah sumber kebinasaan. Maka bersatulah wahai kaum muslimin di negara manapun engkau berada!
 
Muslim Itu Bersaudara
 
Seorang muslim mempersembahkan cintanya yang paling besar dan yang paling tulus kepada Allah Ta’ala. Cinta ini tidak boleh pupus oleh cinta lain. Cinta kepada Allah tidak boleh ditenggelamkan oleh cinta seseorang kepada keluarganya, bahkan kepada kedua orang tuanya. Konsekuensinya, siapapun yang mencintai Allah Ta’ala, berhak untuk kita cintai. Sebaliknya, siapapun yang mendurhakai Allah Ta’ala, layak untuk kita benci. Rasa cinta kepada Allah inilah yang mengikat setiap muslim dalam lingkar persaudaraan yang mulia. Allah Ta’ala berfirman: “Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu” (QS. Al Hujurat: 10). Oleh karena itu, wahai kaum muslimin, berbuat baiklah kepada sesama muslim layaknya saudara!
 
Apakah seseorang akan membenci saudaranya? Apakah ia akan menjauhi saudaranya? Apakah ia akan menghina saudaranya? Apakah ia akan menzhalimi saudaranya? Sama sekali tidak. Maka demikianlah sepatutnya seorang muslim.
 
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Jangan kalian saling hasad, jangan saling mencurangi, jangan saling membenci, jangan saling menjauhi, jangan kalian menawar barang yang sedang ditawar orang lain. Jadilah kalian hamba Allah yang saling bersaudara. Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain. Tidak boleh menzhaliminya, tidak boleh membohonginya dan tidak boleh menghinanya” (HR. Muslim no.2564)
 
Nasionalisme yang Dibenarkan Islam
 
Berbicara tentang cinta tanah air, memang benar bahwa mencintai tanah kelahiran adalah hal yang manusiawi. Sebagaimana Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pun mencintai tempat kelahiran beliau, Makkah. Sampai-sampai beliau bersabda, “Wahai Makkah, tidak ada negeri yang lebih baik dan lebih kucintai dari pada engkau. Andai kaumku tidak mengusirku darimu, aku tidak akan pernah tinggal di negeri lain” (HR. At Tirmidzi no.3926, di-shahih-kan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi)
 
Namun beliau mencintai Makkah bukan karena semata-mata tempat kelahiran, namun karena Makkah adalah negeri kaum muslimin, negeri tauhid yang diwariskan Ibrahim ‘Alahissalam. Oleh karena itu beliau pun mencintai Madinah, yang juga negeri kaum muslimin, walaupun bukan tempat kelahiran beliau. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda ketika peristiwa hijrah ke Madinah, “Ya Allah, berikanlah kami rasa cinta terhadap Madinah sebagaimana kami mencintai Makkah, atau bahkan cinta yang lebih besar dari itu” (HR. Bukhari no.6372)
 
Maka nasionalisme yang benar adalah nasionalisme yang didasari rasa cinta kepada Allah Ta’ala. Yaitu mencintai negeri tempat kelahiran kita yang merupakan negeri kaum muslimin, karena Islam ditegakkan di dalamnya. Syaikh Abdul Aziz bin Baz menjelaskan: “Tanah air dicintai jika ia merupakan negeri kaum muslimin. Setiap orang wajib bersemangat untuk berbuat kebaikan di negerinya, juga di negeri lain yang merupakan negeri kaum muslimin. Setiap orang juga wajib mengusahakan keluarga dan kerabatnya tinggal di negeri kaum muslimin” (Fatawa Wal Maqalat Mutanawwi’ah, Juz 9, http://www.binbaz.org.sa/mat/2078 )
 
Selain itu, sebagaimana dijelaskan Syaikh Al Uqail, semangat cinta tanah air dapat dibenarkan jika diniatkan dalam rangka ingin berbuat baik kepada masyarakatnya. Dengan kata lain, ia mencintai negerinya karena orang-orang yang ia sayangi berada di negeri tersebut, dan ia ingin berbuat baik kepada mereka. Karena memang Islam mengajarkan untuk mendahulukan orang-orang terdekat dalam berbuat kebaikan. Allah Ta’ala berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka” (QS. At Tahrim: 5)
 
Allah Ta’ala juga berfirman: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat….” (QS. An Nisa: 36)
 
Oleh karena itu, kami mengajak kaum muslimin sekalian untuk meninggalkan semangat nasionalisme Jahiliyyah dan beralih kepada semangat nasionalisme di dasari rasa cinta kepada Allah Ta’ala. Hentikan pertikaian antara saudara seiman! Kemudian mari kita bersama membangun negeri kita ini dalam setiap aspek kehidupan, sehingga kaum muslimin kuat dan kokoh. Mari kita dukung program-program pemerintah yang sejalan dengan nilai-nilai Islami, dan mari unggulkan negeri kita ini dalam hal kebaikan dan ketaqwaan.
 
Mudah-mudahan Allah menjadikan negeri kita ini menjadi negeri yang diridhaiNya, semoga pada negeri ini diturunkan rahmah serta keberkahan Allah di dalamnya. Dan semoga Allah menjadikan penduduknya menjadi orang-orang yang bertaqwa kepada Allah serta bersatu-padu menjalin persaudaraan yang kuat dan kokoh karena-Nya. Wallahul musta’an.

Sabtu, 24 Maret 2012

Produk Asli Buatan Orang Kafir

Masih ingatkah Anda ketika negara kita kedatangan “tamu” presiden AS George Bush pada akhir November 2006 lalu? Ketika itu banyak muncul reaksi dari kaum muslimin Indonesia yang intinya menginginkan supaya Bush pulang kampung. Usirlah Bush dari bumi Indonesia!! Kita lihat organisasi atau gerakan da’wah menggelar aksi demonstrasi untuk mengusir Bush dari bumi Indonesia. Kita sepakat bahwa Bush adalah musuh Islam dan kaum muslimin. Tetapi permasalahan yang perlu untuk dijelaskan kepada kaum muslimin adalah apakah benar harus menggunakan demonstrasi untuk mengusir Bush? Apakah dibolehkan melakukan unjuk rasa untuk menentang keputusan pemerintah yang itu memberatkan rakyat? Apakah boleh mengerahkan wanita-wanita ke jalan-jalan, berteriak-teriak menentang pemerintah? Yang hal ini sering kita dapati dilakukan oleh gerakan da’wah islam, bahkan mereka menyatakan hal ini adalah salah satu bentuk jihad melawan ketidakadilan atau jihad melawan orang kafir. Oleh karena itu, perlu kiranya ada penjelasan tentang demonstrasi dan hukumnya walaupun dalam tulisan yang cukup ringkas berikut ini.
 
Demonstrasi Adalah Produk Orang Kafir
 
Sesungguhya demonstrasi itu merupakan produk asli orang kafir, yang sudah selayaknya bagi kaum muslimin tidak mencontoh hal tersebut. Karena tidak boleh bagi kaum muslimin mencontoh kebiasaan orang-orang kafir. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang artinya, “Barang siapa yang meniru suatu kaum maka ia termasuk golongan mereka”. (HR Abu Dawud, dishahihkan Ibnu Hibban). Dari hadits di atas dapat diketahui bahwa meniru kebiasaan orang kafir minimal hukumnya haram.
 
Islam Berlepas Diri Dari Demonstrasi
 
Sesungguhnya demonstrasi adalah perkara baru yang belum pernah dikenal di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak pula pada zaman Khulafaur Rosyidin dan para sahabat radhiyallahu’anhum. Islam tidak pernah mengenal tindakan demonstrasi ini, tidak pula mengakuinya, bahkan demonstrasi merupakan produk murni orang kafir yang telah diadopsi oleh sebagian kaum muslimin. Apakah setiap kali orang-orang kafir itu melakukan suatu perbuatan, kita langsung menyetujui dan menirunya? Tentunya sikap seorang muslim yang menerti wala’ dan baro’ tidak melakukan hal yang demikian.
 
Ketika Bush Datang
 
Sungguh masih teringat di ingatan kita, ketika Bush datang ke negara kita, banyak reaksi kaum muslimin Indonesia yang menentang hal tersebut. Aksi demonstrasi terlihat di jalan-jalan, yang semuanya menyerukan untuk mengusir Bush, teroris yang sesungguhnya. Dan yang masih teringat ketika itu adalah ada seorang ustadz yang mengisi khutbah jum’at. Salah satu dari isi khutbahnya menyatakan bahwa hukum demonstrasi menentang kedatangan Bush ke Indonesia adalah fardhu ‘ain. Subhaanallah, siapakah ulama’ kaum muslimin dari zaman dulu sampai sekarang yang menyatakan bahwa demonstrasi hukumnya fardhu ‘ain? Apakah ustadz tersebut tidak mengetahui konsekuensi dari ucapannya tersebut? Salah satu konsekuensi dari ucapan ini adalah banyak kaum muslimin yang berdosa gara-gara tidak ikut demo menentang Bush. Tentunya hal ini, jika apa yang dikatakan ustadz tersebut benar. Apakah kita akan mengusir orang kafir dengan cara-cara orang kafir? Semoga saja yang diucapkan ustadz tersebut karena kekhilafan beliau.
 
Kejelekan Yang Nampak Dari Demonstrasi
 
Mayoritas demo yang ada tidak lepas dari keluarnya wanita-wanita ke jalan-jalan. Bagaimana sebenarnya hukum wanita yang keluar untuk demo seperti ini? Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah dahulu.”(QS Al Ahzab: 33). Konteks ayat ini pada waktu itu ditujukan untuk istri-istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam agar tetap di rumah dan boleh keluar rumah jika ada keperluan yang dibenarkan syari’at. Kita tidak meragukan lagi akan keilmuan dan ketaqwaan para istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Akan tetapi mereka diperintahkan untuk tetap tinggal di rumah mereka. Bagaimana dengan para wanita saat ini? Tentunya mereka harusnya lebih diperintahkan untuk tetap tinggal di rumah karena kurangnya ilmu dan ketaqwaan mereka jika di bandingkan istri-istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Inilah hukum asal untuk wanita, yaitu tetap tinggal di rumah jika tidak ada keperluan yang dibenarkan oleh syari’at. Kemudian bagaimana dengan keluarnya wanita dari rumah mereka untuk demo?!!
 
Tidak diragukan lagi fitnah dan kerusakan yang ditimbulkan sangatlah besar. Apakah merupakan ajaran islam membiarkan para wanita berteriak-teriak di jalan-jalan? Ini hanya salah satu kejelekan yang nampak dari demonstrasi. Di sana masih ada banyak kejelekan yang lain yaitu berbagai kerusuhan dan pengrusakan. Atau minimal mendzolimi para pengguna jalan, ketika demo dilakukan di jalan-jalan. Meskipun mereka menamakan demo mereka dengan aksi damai.
 
Bagaimana Cara Menasehati Pemerintah ?
 
Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengajarkan bagaimana cara menasehati pemerintah. Sebagaimana dalam hadits yang artinya, “Siapa yang ingin menasehati penguasa, maka janganlah dia menampakkan dengan terang-terangan. Akan tetapi hendaklah dia mengambil tangannya lalu mereka berdua bersendirian denganny. Kalau dia menerimanya maka itulah yang diinginkan, dan kalau tidak menerimanya, maka dia telah menunaikan apa yang merupakan kewajibannya” (HR Imam Ahmad, dishahihkan Syaikh Al Albani). Beginilah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada kita.
 
Rencana Kenaikan Harga BBM Juga Harus di Pahami Secara Islam
 
Rencana penaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pada bulan April nanti telah disambut dengan gelombang unjuk rasa penolakan oleh masyarakat, khususnya mahasiswa. Yang mencemaskan, aksi unjuk rasa itu dibarengi dengan anarkisme. Ada pengrusakan fasilitas umum, mengganggu arus lalu lintas di jalan-jalan protokol, serta penyanderaan kendaraan pengangkut BBM.
 
Atas berbagai reaksi tersebut, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengaku tak khawatir jika ada aksi demonstrasi besar-besaran yang menolak rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak. Kendati demikian, Presiden meminta aparat keamanan melakukan langkah-langkah antisipatif terkait aksi demonstrasi tersebut.


Berdasarkan pengalaman sebelumnya, kenaikan harga BBM memang memicu banyak kesulitan ekonomi di tingkat akar rumput. Seperti disampaikan para analis politik dan ekonomi, kenaikan/penghapusan subsidi BBM dapat dipastikan akan memicu kenaikkan harga kebutuhan pokok dan biaya hidup rakyat.
 

Penaikan harga BBM boleh untuk tak setuju. Tapi, demonstrasi penolakan dengan cara-cara yang anarkis juga kita tolak. Makanya, eskalasi demonstrasi yang menentang kenaikan harga BBM tidak sampai terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia.
 
Kalaupun ada unjuk rasa untuk menentang kenaikan harga BBM, maka yang harus dicegah adalah anarkisme atau hal-hal yang bersifat merusak, mengganggu ketertiban umum, dan semacamnya. Seperti diingatkan Presiden SBY, kebebasan harus berdampingan dengan kepatuhan kita terhadap pranata sosial dan hukum. Kepentingan publik yang lebih besar tidak boleh terganggu.
 
Demikianlah pembahasan yang cukup ringkas ini. Semoga Allah menunjuki kita jalan kebenaran dari berbagai macam perselisihan yang ada dengan izin-Nya. Amin.

Sabtu, 17 Maret 2012

Galau Koq Jadi Trend

Bro en Sis rahimakumullah, alhamdulillah kita bisa jumpa lagi ya. Bulletin Suluah seneng bisa hadir kembali dengan tulisan untuk nemenin kamu semua belajar Islam, memahami isinya, memahami persoalan remaja, dan memberikan solusi islami terhadap permasalahan kamu semua. Insya Allah, Islam adalah solusi atas semua permasalahan yang ada. Termasuk masalah-masalah remaja. Jangan berpaling ke ideologi lain, jangan ikuti ajaran selain Islam, jangan mencoba mencari solusi permasalahan kehidupan kepada selain agama Islam. Sebabnya apa?

Ya, sebabnya kita muslim. Artinya, kita udah punya pedoman hidup sendiri, punya aturan hidup sendiri, punya jalan hidup sendiri. Islamlah yang mengatur segala permasalahan kita. Islam mengatur kehidupan kita dari mulai bangun tidur sampe tidur lagi (ssstt.. bukan berarti pas bangun tidur langsung tidur lagi, itu sih di lagunya Mbah Surip atuh hehehe…). Maksudnya, dari mulai kita bangun tidur di pagi hari, masuk ke kamar mandi, nongkrong di WC, mandi, sarapan, berkomunikasi dengan ortu, berangkat sekolah, etika bergaul dengan teman, menghormati guru, taat aturan sekolah, disiplin di jalan raya (nggak ugal-ugalan dan bikin bahaya diri dan orang lain), belajar di sekolah, shalat, ibadah lainnya, membeli makanan di kantin, belanja di pasar or mal, naik kendaraan umum, pinjam meminjam barang teman dan tetangga, ikut kajian keislaman, aktif berdakwah, main facebookan, twiteran, ngeblog, dan lain sebagainya, hingga malam hari kita tidur lagi, pastikan bahwa aturan Islam menjadi landasan aktivitas kita. Keren kan? Itulah hebatnya Islam.

Sobat muda muslim, termasuk yang lagi jadi sorotan saat ini, meskipun udah berbulan-bulan sih sebenarnya, adalah masih banyaknya di antara kamu yang hidupnya merasa ‘galau’. Oya, istilah galau ini kalo nyari di internet jadi banyak macamnya (tergantung siapa yang menginginkan maksudnya): ada yang bilang galau adalah suatu keadaan ketika suasana hati menginginkan kebebasan, namun ada yang mengikat, nggak mau lepas. Ditemukan juga istilah galau adalah suatu keadaan dimana kita memikirkan suatu hal secara berlebihan, bingung apa yang harus dilakukan dengan suatu hal ini—dengan pikirannya sendiri sehingga menimbulkan efek emosi melabil, pikiran pusing, dan mendadak insomnia. Tapi kalo di Kamus Besar Bahasa Indonesia, galau itu artinya sibuk beramai-ramai, sangat ramai atau kacau tidak karuan (pikirannya). Meski sedikit berbeda, tapi penampakan umum ‘penderita’ galau adalah sering resah dan suka mengeluh, masalah pribadi (sengaja) diumbar ke publik (via facebook atau twitter), self-centered alias kalo ngomong lebih banyak tentang “keakuannya”. Ckckck… kamu termasuk yang galau nggak nih? Pletak! #nepukjidat.

Ya, kehidupan ini bagi orang-orang yang galau serasa sempit. Dunia tak lagi indah, nikmat hidup tak lagi terasa. Inginnya menumpahkan segala kesah dan keluh, menganggap bahwa dirinya paling menderita di seluruh dunia (BTW, lagu jadul Bang Hamdan ATT, “Termiskin di Dunia” bisa tersaingi nih! Hahaha!). Kamu yang merasa lagi galau karena putus cinta, galau dapat nilai fisika berbentuk sisir (maksudnya dapet nilai E alias nggak lulus) makin membuat hatimu remuk redam, wajahpun nggak karuan jadinya bagai pinang diinjek hansip. Hedeuuh, dunia bagimu ibarat altar penyiksaan paling kejam yang pernah kamu rasakan, sehingga perlu memasang status di facebook: “Afgan mode on” alias SADIS. Hehehe…

Bulletin Suluah kepikiran membahas tema “galau” adalah ketika banyak status di Facebook, Twiter, BB dan jejaringan sosial yang menyatakan diri sedang galau. Bahkan di acara-acara TV juga sering di budidayakan kata galau ini. Kalau dilihat, hal ini sudah menjadi tranding Topik dimana-mana. Emangnya jadi galau itu enak apa? Kalau gak enak, kenapa harus buat status galau tiap hari?
 
Mengapa harus galau?

Bro en Sis pembaca Bulletin Suluah, nggak cukupkah Allah Swt. ngasih nikmat buat kita? Nggak nyadar kalo kita udah diberi waktu untuk hidup? Saat kita bangun pagi, membaca doa, lalu berpikir sejenak: “Aku masih hidup, terima kasih ya Allah. Engkau telah memberikan kesempatan bagiku untuk menjemput karunia-Mu yang besar dan berlimpah di dunia ini”. Subhanallah, kalo semua remaja dan umat manusia ini berpikiran demikian, rasanya sedikit, atau malah nggak ada yang galau dalam hidupnya. Seberat apapun masalah yang dihadapi, nggak akan berkeluh kesah dan putus asa. Sebaliknya, akan kian semangat mencari solusinya dengan tetap mengharap ridho Allah.

Rasa-rasanya di antara kaum muslimin umumnya sudah pernah membaca surat ar-Rahman. Ya, pasti akan berkesan dengan diulang-ulangnya hingga 31 kali  ayat: Fa-biayyi alaa’i Rabbi kuma tukadzdzi ban (“Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?”). Ayat ini diletakkan di akhir setiap ayat yang menjelaskan nikmat Allah Ta’ala yang diberikan kepada manusia. ‘Seolah-olah’ Allah Swt. mempertanyakan kepada kita: “NikmatKu yang mana yang kamu dustakan?”
Jika kita sedang berhadapan dengan seseorang yang mempertanyakan dengan pertanyaan seperti itu kepada kita, rasanya kita akan takut ketika kita memang mendustakan pemberiaan orang tersebut. Apalagi di hadapan Allah Swt.? PertanyaanNya terasa sangat menghunjam dada kita. Sesak rasanya. Meski kita tak mendustakan nikmatNya, namun tetap saja ada rasa khawatir, “jangan-jangan banyak juga nikmat yang tak terasa yang kita lupa bersyukur kepadaNya, atau bahkan tak menganggapnya sebagai nikmat”. Kita pantas takut.
So, nggak ada alasan untuk galau kan? Allah Swt. udah ngasih begitu banyak kenikmatan bagi kita. Ngapain juga kudu nulis status di facebook: “gue sedih, pacar ninggalin gue… ada racun serangga nggak ya?” Wedew! Cemen banget. Atau nge-twit gini: “Tuhan nggak adil, aku tak pernah bisa bahagia” Astaghfirullah. Ckckck.. jangan sampe kayak gitu Bro en Sis! Nggak boleh berburuk sangka kepada Allah Swt. Lagian, ngapain juga nulis di facebook yang bisa dibaca ribuan teman kamu atau ribuan follower-mu di twitter, apakah ingin seluruh dunia tahu tentang kamu? Dulu waktu SMP saya punya buku harian, yang isinya hanya saya yang tahu. Keluh kesah tetap ada, tapi saya menguncinya dengan rapat di buku harian. Orang lain tak boleh tahu. Kalo sekarang? Hehehe.. facebook dan twitter udah jadi sarana penampungan dan publikasi galau kamu. Halah!
 
‘Curhat’sama Allah Swt.
Sebagai orang yang beriman kepada Allah Swt., nggak pantes banget kalo kita berkeluh kesah, putus asa, dan mengumbar kegalauan kamu ke seantero penduduk bumi. Cukup Allah Ta’ala saja sebagai tempat kamu ‘curhat’. Orang lain belum tentu bisa semuanya membantu kesulitanmu, tetapi Allah Swt. insya Allah pasti akan menolongmu. Jadi selalu ingat Allah di kala hatimu resah, gelisah, gundah gulana bin galau.
Allah Swt berfirman: “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS ar-Ra’d [13]: 28)
Salah seorang ulama salaf berkata: “Sungguh kasihan orang-orang yang cinta dunia, mereka (pada akhirnya) akan meninggalkan dunia ini, padahal mereka belum merasakan kenikmatan yang paling besar di dunia ini”, maka ada yang bertanya: “Apakah kenikmatan yang paling besar di dunia ini?”, Ulama ini menjawab: “Cinta kepada Allah, merasa tenang ketika mendekatkan diri kepada-Nya, rindu untuk bertemu dengan-Nya, serta merasa bahagia ketika berzikir dan mengamalkan ketaatan kepada-Nya” (Dinukil oleh imam Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitab “Igaatsatul lahfaan” (1/72)

Sobat muda muslim pembaca setia Bulletin Suluah, bertakwalah kepada Allah Swt., insya Allah masalah yang kita hadapi ada jalan keluarnya dan tawakkallah kepada Allah Swt, insya Allah Dia akan mencukupkan keperluan kita. Sebagaimana dalam firmanNya (yang artinya): “Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS ath-Thlaaq [65]: 2-3)
Ayat ini adalah janji Allah Swt. Kita wajib mempercayainya. So, nggak usah galau atas segala kesempitan dan kesusahan yang kamu hadapi. Takwa dan tawakkal kepada Allah Swt akan menentramkan pikiran dan perasaan kita. Tetap berdoa kepadaNya minta dimudahkan dalam segala urusan kehidupan kita. Insya Allah ada jalan keluarnya.
 
Tips sederhana

Bro en Sis, nih ada sedikit tips praktis yang insya Allah bisa membantu kamu ngilangin galau: Pertama, jangan putus asa. Benar sobat. Nggak perlu untuk putus asa. Kegagalan bukanlah akhir dari segalanya dalam hidup kita. Realistis saja. Ibarat dua sisi mata uang, kalo yang satu adalah kegagalan, maka sisi lainnya adalah keberhasilan. Jadi, masih ada kesempatan untuk mencobanya lagi. Maju terus pantang mundur dan jangan galau
Kedua, belajar dari kesalahan. Hidup ini penuh dinamika sobat. Kemarin kita boleh gagal. Tapi esok, jangan terulang lagi. Itu sebabnya, pelajari kenapa kita gagal. Mungkin ada kesalahan yang kita lakukan. Mending pelajari dan perbaiki kesalahan itu ketimbang ngumbar galaumu.
Ketiga, galang dukungan. Nggak usah malu untuk meminta dukungan dari pihak lain. Apalagi jika kekuatannya bisa memperbaiki kegagalan dan kegalauan kita. Kita bisa lakukan itu untuk meningkatkan semangat dan kinerja kita. Jadi gandeng teman, ortu, guru dsb untuk membantu atasi kegalauanmu selama ini.
Keempat, baca biografi orang yang sukses dalam hidupnya. Kamu bisa baca kisah para sahabat rasulullah saw., dan juga orang-orang sukses jaman kiwari. Siapa tahu bisa tambah bikin semangat. Cobalah.
So, meski banyak generasi galau, don’t follow. Sebaliknya, ajak mereka supaya nggak galau lagi. Caranya? Coba mulai dengan ngasih artikel ke Redaksi Bulletin Suluah, tulisan kamu bisa dikembangin dan diterbitkan di edisi selanjutnya. Sip kan?

Sabtu, 10 Maret 2012

Peduli itu Penting

Sobat muda muslim pembaca setia bulletin Suluah, jujur saja, saya merasa sedih dan prihatin dengan kondisi sebagian teman-teman remaja. Khususnya tentang sikap peduli. Jangankan untuk urusan yang nun jauh di sana. Kadang masalah yang ada di sebelah mata aja nggak dipikirin dan nggak jadi masalah berat buat mereka. Misalnya aja, tetangganya mau kelaparan apa kekenyangan dia nggak mau mikirin. Temannya nggak datang ke sekolah pun bukan persoalannya. Apakah sang teman yang nggak dateng ke sekolah itu karena sakit atau memang malas bukan urusannya. Cuek aja. Pikirnya, pihak sekolah ama ortunya aja yang kudu mikirin tuh anak yang bermasalah. Pikirnya, buat apa harus capek-capek mikirin. Nggak ada untungnya. Kalo diingatkan, dia ngomong sinis, “Emangnya gue pikirin?”
Sikap cuek dalam kehidupan sebagian teman-teman juga berlanjut. Kalo setiap masalah yang ampir nyolok matanya aja (karena saking dekatnya) dia cuek, kemungkinan besar masalah yang jauh darinya bakalan nggak dianggap tuh. Mungkin pikirnya, “Bodo amat, orang di luar negeri sono mo kelaparan, mo perang, mo ribut atau damai, gue nggak peduli. Yang penting gue di sini seneng. Nggak susah. Nggak bikin masalah ama orang lain. Nafsi-nafsi aja. Kalo gue suka, gue mau, gue berhak lakuin apa yang bikin ati gue hepi. Orang lain nggak boleh cerewet berkhotbah di depan gue. Emangnya gue pikirin?!” Bahaya, Bro!

Bro en Sis, mo seneng-seneng, mo ngelakuin apa yang bikin kita hepi, boleh-boleh aja, kok. Nggak ada yang ngelarang. Tentunya asalkan itu halal dan nggak bikin kita lupa diri. Tapi, pasti ada saatnya dong kita mikirin yang lain. Bukan hanya mikirin kita sendiri. Ada waktu yang bisa kita luangkan untuk bantu mikirin orang lain. Menengok bagaimana masalah mereka. Berhenti sejenak dari kesibukan kita untuk berbagi dengan teman yang lain. Nggak cuek abis gitu, lho. Nggak baik dan tentu nggak benar sikap kayak gitu.

Sikap cuek alias nggak peduli kini seperti menjadi tren di kalangan kita. Mungkin di sekolahmu pernah menjumpai teman yang nggak peduli dengan nasib teman lainnya. Misalnya aja kamu nggak ngerti pelajaran matematika, sementara teman kamu ada yang ngerti, tapi dia nggak mau ngasih ilmunya ke kamu. Dia malah bilang, “Bodo amat! Emangnya gue pikirin! Lo usaha sendiri dong! Kalo elo nggak bisa ya itu sih DL. Derita lo!” Duh, nyebelin nggak sih orang kayak gitu? Pasti bikin gondok, kan?
Itu mungkin boleh dibilang rada-rada biasa, kadang kita nemuin juga tuh teman kita yang sewot abis gara-gara kita ingetin. Padahal nih, tujuan kita ngingetin dia tuh baik. Misalnya aja kita negur teman yang pacarannya hot banget (kalo pun pacarannya nggak hot, tetap aja yang namanya pacaran tuh dilarang dalam Islam), supaya menghentikan kebiasaan jeleknya itu. Eh, dia malah bilang, “Apa pedulimu? Urus aja diri sendiri. Jangan cerewet berdalil segala di depan gue. Terserah lo. Mo bilang apa pun, gue nggak peduli. Emangnya gue pikirin?”
Coba, dinasihatin malah sewot. Ditegur malah ngebul ubun-ubunnya saking marahnya dia. Padahal, kita nasihatin, ngingetin, atau negur itu adalah tanda sayang. Tanda cinta dan peduli kita kepadanya. Tapi, teryata air susu dibalas air tuba. Mungkin bagi mereka yang udah ngerasa benar sendiri (atau hawa nafsunya jadi panglima?), sikap cuek alias nggak peduli ini dianggap jadi pilihannya dan senjata untuk menangkis orang lain yang rewel ikut campur urusan dalam negerinya. Ah, kayaknya doi belum bisa bedain mana sikap teman yang sok ikut campur dengan sikap teman yang emang mau nolongin dia. Kayaknya perlu belajar lagi deh tuh orang. Bukan sombong or congkak nih, tapi kenyataan bahwa kalo orang nggak mau belajar ya kayak gitu. Wawasannya sempit dan nggak mau dengerin pendapat orang lain. Tul nggak seh?

Sobat, waktu malam tahun baruan kemarin, pro kontra antara yang menolak merayakan dan mengajak merayakan sama maraknya. Meski demikian ada aja orang yang malah cuek dan nggak peduli. Dinasihatin malah ‘ngentutin’ (baca: nggak terima) sambil marah-marah dan bilang, “gue punya pendapat dan aturan sendiri. Jangan coba-coba elo ngatur hidup gue.Titik!” Widiw sombong sekali!

Ngeliat kenayatan seperti ini, kayaknya udah saatnya deh kita berpikir lebih dewasa. Berpikir lebih tenang dan bijak. Nggak keburu nafsu menghukumi ini dan itu jika itu nggak sesuai dengan pendapat kita. Jangan keburu memvonis orang yang nasihatin or ngingetin kita tuh sebagai perongrong, tukang cerewet dan kita anggap sebagai duri sehingga kudu disingkirkan dari jalan kita. Apalagi karena kita merasa paling benar, paling senior, paling pinter, paling luas wawasannya, paling banyak jenggotnya (yee apa hubungannya?), lalu kita merasa yang ngasih teguran ke kita tuh orangnya pasti salah.
Padahal nih Bro en Sis, siapa tahu kan namanya nasihat tuh bisa datang dari siapa aja? Nasihat itu kadang bisa datang dari anak kecil atau orang yang kita anggap status sosialnya rendah ketimbang kita. Nggak usah malu kalo ditegur, jangan pernah sewot kalo ada yang ngingetin kita. Karena yakinlah, insya Allah apa yang dilakukannya adalah demi kebaikan kita bersama. Kalo emang kita nggak suka dengan caranya menegur atau mengingatkan kita, lebih baik diam sejenak. Jangan langsung reaktif dengan cara menyerangnya. Resapi dulu omongannya, baru kita berpikir dan menyiapkan kata-kata argumentasi. Kalo memang perkataannya benar, ya kita terima aja. Nggak usah malu. Terus nih, yang terpenting kita nggak usah reaktif dan malah bilang, “Gue nggak peduli! Titik.”

Emang siapa kita?

Siapa sih kita? Pertanyaan ini biasa dan mungkin sederhana sekali, tapi cukup susah dijawab. Kalo kita udah bisa jujur kepada diri kita sendiri, yakin deh bahwa kita juga bisa jujur kepada orang lain dan mau memahami cara pandang orang lain. Mengenali diri kita itu penting. Supaya kita nggak lupa diri. Supaya kita bisa memposisikan diri kita di hadapan orang lain.
Sobat gaulislam rahimakumullah, yang jelas dan sudah pasti nih, kita adalah manusia. Manusia adalah makhluk Allah Swt. yang punya kelemahan dan keterbatasan. Jika kita merasa masih manusia dan orang lain yang berhubungan dengan kita juga manusia, maka kita bisa berkomunikasi dengan bahasa kita sebagai manusia secara umum.

Mungkin kita mulai belajar mengenai diri kita dari tubuh kita. Mata kita. Ya, kita punya mata. Sepasang benda ini mirip lensa kamera dan diletakkan di kepala. Sehingga mirip lampu yang bisa menerangi jalan kita dengan leluasa dan maksimal. Bayangkan jika mata diletakkan di organ kerja kita seperti tangan dan kaki, bisa-bisa rusak tuh pas kita kerja. Mungkin yang punya ide ‘gila’ berpikir, “Ah, kalo seandainya mata ada di telunjuk jari tangan kita kayaknya enak nih, kalo ngintip di pemandian nggak usah capek-capek nyari tangga, tinggal acungkan aja telunjuk kayak periskop kapal selam.” Hmm… sepintas emang menyenangkan. Tapi, dia lupa, gimana kalo akhirnya tuh telunjuk dipake ngupil? Atau misalnya harus dipake nyocol sambal? Bisa belepotan kotoran dan kepedihan karena nyungsep di kubangan sambel.
Selain mata yang merupakan indera untuk melihat, di kepala kita ditempatkan pula indera yang lain: telinga (indera pendengar), hidung (indera pencium), lidah (indera perasa, untuk mengecap rasa). Semua itu diciptakan oleh Allah dalam bentuk yang indah, pas dan enak dipandang mata.

Nah, indera berikutnya yakni kulit—yang tidak saja ada di kepala, tapi di seluruh bagian tubuh luar kita adalah indera peraba. Kita bisa meraba apa pun yang kita pegang atau sentuh. Kulit tangan kita bisa merasakan benda kasar dan halus, atau kulit tubuh kita bisa merasakan hawa dingin, panas, dan juga gesekan lain yang menyentuh kulit. Selain panca indera itu, kita juga memiliki perasaan. Meski tak terlihat, tapi bisa dirasakan. Kita bisa sayang, bisa benci, cinta, merasa semangat, peduli, kecewa, kesal, dan banyak perasaan lainnya.
Kalo dari sisi indera aja kita udah kenal diri kita, maka yakin kita akan merawatnya. Kita akan menggunakannya sesuai kebutuhan kita. Kita menjaganya dengan kecintaan yang penuh. Itu sebabnya, jika kita udah mengenal diri kita secara fisik, apalagi kalo dengan perasaan, maka kita bisa menyadari bahwa orang lain pun memiliki potensi yang sama dengan kita. Karena sama-sama manusia. Betul?
Itu sebabnya, kalo kita udah mengenal diri kita, besar kemungkinan kita mau berbagi dengan orang lain. Kita mau bekerjasama dengan orang lain, saling percaya, saling peduli, saling menghargai, saling menyenangkan, saling menolong, saling memberi semangat dan lain sebagainya. Jadi, kalo masih ada yang pengen nafsi-nafsi alias egois, kayaknya doi belum kenal, apalagi paham dengan dirinya sendiri.

Kenapa kita harus bekerjasama dengan orang lain? Mengapa harus saling mengingatkan? Karena kita menyadari seyakin-yakinnya dan seratus persen bahwa kita punya keterbatasan. Orang lain juga sama. Mata kita mungkin terbatas hanya bisa melihat yang dekat saja, sementara teman kita bisa melihat lebih jauh. Jika kita bekerjasama, maka kita akan bisa berbagi.
Mungkin penglihatan dia terbatas karena indera penglihatannya terganggu, tapi kita punya. Maka ketika bekerjasama kita dan teman kita bisa saling bantu. Termasuk kita bisa bekerjasama dan saling mengingatkan dalam kebenaran. Karena sangat boleh jadi kan kalo kita tuh punya kelemahan dan bisa lalai dalam berbagai hal. Tapi teman kita yang tahu dan kebetulan punya kelebihan dalam wawasan bisa mengajak kita menjadi baik. Tentu itu karena sikap sayang, cinta, dan pedulinya kepada kita.
Maksud dia juga adalah menolong kita. Ya, sekadar mengingatkan kita. Dan itu bukan berarti doi udah benar en suci. Sangat boleh jadi dia (dan  kita) juga masih perlu belajar banyak. Ya, kita sama-sama aja jalan ke arah kebaikan. Kata Kahlil Gibran, “Engkau buta, sedangkan aku bisu tuli. Jadi mari berpegangan agar mengerti” Tul nggak?

Tuh, berawal dari mengenali diri kita sendiri, yakni mengetahui kelebihan dan kekurangan yang dimiliki. Kemudian kita melihat orang lain yang juga manusia pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. Sama seperti kita. Lalu kenapa nggak saling mendukung en menolong aja kalo kebetulan apa yang kita miliki tidak dimiliki teman kita? Maka, jika kita bekerjasama dan saling mengingatkan demi kebenaran dan kebaikan adalah perbuatan yang sangat terpuji. Itu sebabnya, kalo kita ditegur dan diingatkan sama teman yang lain jangan sewot, tapi seharunya bersyukur. Nggak perlu sinis bilang: “Emangnya gue pikirin! Terserah gue mau berbuat apa aja. Jangan cerewet!”

Sobat muda muslim pembaca setia Bulletin Suluah, kita harus mampu mengenali diri sendiri sebagai manusia, kemudian melihat orang lain juga sebagai manusia, lengkap dengan kelebihan dan kekurangannya, baik itu secara fisik; mental; pengetahuan; termasuk dalam soal kehidupan; sosial, ekonomi, pendidikan dsb. Setelah kita melihat ke dalam diri kita dan dengan jujur mengakui apa yang kita miliki, kita bisa meminta bantuan kepada orang lain jika memang udah nggak bisa ditangani sendiri. Dan, jika kita dimintai bantuan oleh teman kita dan kebetulan kita punya, kenapa pula ogah ngasih bantuan? Seharusnya tanpa diminta kalo kita tahu dan mampu, kita bisa langsung ngulurin bantuan. Itu bentuk kerjasama yang baik. Bukan cuek. Apalagi kalo menutup mata dan bilang dengan jurus andalannya: “Gue nggak peduli! Titik.” Waduh!

Kita semua memang membutuhkan bimbingan dari siapa pun. Agar kita tidak liar dan menjadi orang-orang yang egois, cuek, sombong dan nggak mau menghargai pendapat orang lain. Kita harus nyadar bahwa kita ini manusia. Makluk lemah dan tentunya memerlukan dukungan dari orang lain. Kita bisa saling mengingatkan, saling menguatkan, saling menasihati, saling memberi masukan dan jangan segan untuk menyampaikan kritik. Toh, itu dilakukan sebagai bentuk tangungjawab dan rasa peduli kita. Kita bisa saling bergandengan tangan untuk meraih kebahagiaan bersama.

So, nggak jamannya untuk cuek dan egois. Kita bisa bekerjasama dan saling mengingatkan satu sama lain. Bukankah Allah Swt. sudah menyampaikan kepada kita dalam firmanNya: “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS al-‘Ashr [103]: 1-3)
Bro en Sis, semoga nggak ada lagi prinsip “Gue nggak peduli! Titik.” atau “Emang gue pikirin?! Derita elo itu sih!” yang menguasai pikiran dan jiwa kita. Prinsip itu udah basi dan nggak laku sejak diluncurkannya bagi orang-orang yang sadar etika dan akhlak. Sebaliknya pupuklah sikap empati kita yang dilandasi keikhlasan dan keimanan kepada Allah Swt. semata. Bisa ya!